Selasa, 13 April 2010

Iklan Dan Industri Politik

Semakin mendekatnya pemilihan Gubernur Jambi menjelang Juni 2010, ternyata berkorelasi pula dengan semakin banyaknya iklan politik yang bermunculan. Hal ini dapat terlihat berbagai poster, balegho dan spanduk-spanduk yang di pasang di tempat-tempat strategis baik di Kota Jambi maupun di kabupaten-kabupaten lingkungan Propinsi Jambi. Media massa dan elektronikpun tidak luput dimanfaatkan sebagai media iklan bagi calon-calon yang akan ikut bertarung dalam arena Pilgub 2010, Fenomena ini paling tidak didorong oleh perkembangan globalisasi teknologi dan informasi yang begitu pesat, iklan menjadi sangat penting dalam pembentukan citra dan selera publik. Iklan menjadi sarana komunikasi efektif bagi partai politik dan para politisi dalam membangun citra.
Di Indonesia iklan politik muncul pertama kali pada pemilu 1997 dan kemudian berkembang pesat pada tahun 2004 dan terakhir ini pada tahun 2009, tidak kurang ribuan spot iklan politik menghiasi stasiun televisi. Pelan tapi pasti, kini iklan politik menjadi pilihan utama cara berkampanye selain cara yang lama yaitu kampanye di lapangan terbuka dalam melakukan mobilisasi massa.
Iklan politik dijadikan alat perayu bagi masyarakat dengan cara menampilkan banyak wajah sesuai dengan beragamnya kelompok masyarakat seperti : ibu-ibu, kaum muda, buruh, petani, paguyuban primordial dan lainnya. Banyaknya modifikasi iklan politik tidak ubahnya seperti iklan produk, sama-sama merayu konsumennya untuk memilih produknya, yang berbeda hanyalah iklan produk berupaya menarik pembeli untuk membeli barang-barangnya sementara iklan politik berusaha mencari dukungan pemilih, meningkatkan popularitas dan membentuk citra.
Fenomena banyaknya iklan politik yang kian marak dapat kita cermati sebagai pertanda, Pertama, partai politik atau para politisi dihadapkan pada persoalan semakin mudahnya masyarakat berubah (tidak konsisten) dan serba instant. Kedua, modal ekonomi menjadi penentu penting dalam iklan politik. Semakin besar uang yang dimiliki semakin besar pula kesempatan beriklan, dan terbuka besar peluang atau kesempatan mendapatkan pengakuan, prestise dan simpati publik. Ketiga, Iklan menjadi sarana pertarungan bagi partai politik atau para politisi untuk memenangkan pertarungan politik dengan jalan mempengaruhi presepsi dan menggiring kesadaran masyarakat, bahwa sedang memperjuangkan hal yang sama dengan apa yang dialaminya.
Ruang iklan pada dasarnya dapat dijadikan ruang partisipasi dan akses masyarakat atas opini bebas dari paksaan atau dominasi politik, namun alih-alih menghadirkan ruang perdebatan iklan, kini iklan politik menghadirkan ruang komersialisasi politik, karekter public perlahan-lahan terkikis oleh kekuasaan ekonomi dan politik.
Tidak ayal lagi, praktek politik kini perlahan tapi pasti mengalami pergeseran menuju industri politik dimana kekuatan ekonomi menjadi pilihan favorit dalam menawarkan figure, platform dan janji-janji politik. Konsekuensinya adalah matinya ruang interaksi antara parpol, politisi dengan konstituennya, jika dulu praktek konvensional melalui kampanye lapangan atau mobilisasi massa kita dapat melihat kedekatan relasi parpol dan konstituennya, maka pada masa industri politik ini mengarah pada relasi produsen dan konsumennya.
Industri Politik
Meminjam istilah Baudrillard simulacrum, dalam iklan yang nyata dan tidak nyata menjadi kabur. Lewat iklan kita dapat merekayasa apapun, kita bisa menampilkan dua tokoh yang dengan kapasitas yang sama (similar), tetapi kenyataannya memiliki kapasitas yang berbeda (different). Hal ini dilakukan karena hasrat ingin popular dan mendapat simpati publik.
Dalam era industri politik saat ini siapa saja dapat dengan mudah terkenal, kita meng-iklan diri, maka jadilah kita dikenal oleh masyarakat banyak. Contoh itulah yang terjadi pada pemilu 2004 dan 2009, tiba-tiba saja muncul sosok yang tidak kenal sebelumnya. Proses pencitraan menjadi mudah dengan kemajuan teknologi melalui produksi iklan.
Tentu kita dapat menerka berapa besar biaya yang dikeluarkan saat kampanye pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 lalu? Angka nominal bisa mencapai ratusan milyar dan sebagian besar biayanya didominasi untuk iklan politik. Iklan politik menjadi corong utama dalam mempengaruhi masyarakat dan digunakan meningkatkan jumlah perolehan suara. Kemenangan pasangan SBY-Boediono pada pemilu presiden 2009 lalu pun tidak terlepas dari peran iklan politik yang dimainkan.
Hal inilah yang kemudian tampak menjelang pelaksanaan pemilukada Jambi 2010 ini, berbagai poster, baliho dan spot iklan ditelevisi telah banyak bermunculan, padahal masa pendaftaran cagub-Cawagub dan Masa kampanye belum dimulai. Ini membuktikan betapa besarnya peranan iklan politik dalam meraih simpati masyarakat. Coba bayangkan berapa banyak uang yang telah dikeluarkan para kandidat sebelum masa kampanye dimulai?
Kehadiran iklan secara tidak langsung menjadikan politik sebagai ladang industri yang menguntungkan. Iklan menjadi candu bagi partai dan para politisi dalam menampilkan dan mempromosikan diri. Iklan menjadi alat yang tepat sasaran dalam meraih simpati massa.
Penutup
Fenomena hadirnya iklan politik dalam system demokrasi adalah hal yang wajar, menjadi tidak wajar ketika iklan telah menjadikan politik sebagai industri, dimana kekuatan Ideologi perjuangan, Visi, Misi serta kemampuan diri yang seharusnya menjadi akar partai, politisi maupun calon-calon pemimpin bangsa ini dikalahkan oleh kekuatan ekonomi semata.
Sudah saatnya partai politik dan politisi mencari ruang-ruang alternative selain menggunakan ruang iklan. Media alternative inilah dapat digunakan untuk sosialisasi dan investasi pendidikan politik yang mencerahkan masyarakat. Sehingga kita tidak lagi memilih pemimpin-pemimpin bangsa yang lahir dari rekayasa iklan. Partai politik pengusung dan pemilih ikut bertangggung jawab baik dunia maupun akherat jika pemimpin yang dipilih ternyata tidak berkualitas. Akankah mereka yang mempunyai amunisi (mampu membeli jasa iklan) dengan kapasitas pengalaman dan wawasan terbatas, serta prestasi dan reputasi yang dipertanyakan akan mampu memperoleh kemenangan dalam pilgub Jambi 2010 di Jambi ?. Allahualam bisawab, terlalu dini untuk dijawab.

PEKERJAAN DAN PERILAKU HINA

Sebenarnya dari sudut pandangan agama tidak ada pekerjaan hina, apapun yang dilakukan manusia tidak bertentangan dengan ajaranNya, maka dianggap merupakan pengejawantahan ikhtiar untuk mempertahankan dan atau memperoleh kehidupan yang layak. Namun ada dikhotomi yaitu perilaku hina dan tidak hina. Memang idealnya setiap profesi harus mempunyai keahlian/skill dalam memperoleh nafkah hidup. Agar ia berhasil dalam memperoleh nafkah dan tidak terjebak hingga kesandung dalam perilaku hina. Gunakan agama sebagai pengontrol, apakah keahlian itu dibolehkan atau tidak dibolehkan. Misalnya tukang sulap/hipnotis yang menggunakan keahliannya untuk kejahatan dengan mempengaruhi perilaku seseorang agar menurut saja apa yang diingini ahli hipnotis. Hebatnya modus hipnotis tidak mesti ketemu langsung, melalui kontak suara saja via ponsel atau telepon orang dapat terhipnotis. Fenomena ini banyak terjadi sekarang, sehingga masyarakat jadi resah karena tertipu. Lapor polisi kadang penyelesaiannya tidak tuntas, apalagi jika si pelaku berada di luar daerah si korban. Polisi untuk melacak sejauh itu juga perlu biaya katanya. Media televisi harus bertanggung jawab akan maraknya kejadian ini karena menayangkan acara semacam sulap Dedy Corbuzer atau hipnotis ala Romy Rafael atau mencari pesulap berbakat pada acara “the master”. Akibat acara ini banyak yang belajar ilmu hipnotis untuk dimanfaatkan dalam tindakan kejahatan. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku hipnotis untuk menipu tersebut dapat dikatagorikan pekerjaan yang tampilannya tidak hina tetapi berprilaku hina, sama sebenarnya dengan perilaku oknum anggota Dewan yang menerima suap dari pihak yang berkepentingan.
Pekerjaan Hina
Orang awam hanya menganggap pelacur, germo, gigolo adalah pekerjaan hina. Namun di negara jiran Malaysia menganggap (tukang parkir, poiter pengemis, tukang ngamen, calo, penimbun jalan berlobang yang tidak legal, peminta uang untuk pembangunan mesjid di jalan-jalan dengan menggunakan jaring penangkap ikan, penjaga kotak uang di dekat wc, tukang angkut sampah. Bahkan yang lebih ekstrim lagi adalah penjaga pintu masuk yang mengawasi penumpang apakah memiliki karcis bus, peron kereta api saja dianggap pekerjaan hina. Pekerjaan terakhir ini sekarang diganti dengan mesin. Beberapa pekerjaan yang diganti dengan mesin/mekanis dapat ditunjukkan sebagai berikut : (1) Penumpang membeli karcis melalui mesin, masukkan uang ke dalam mesin karcis keluar melalui mesin. Kemudian ketika mau masuk ruang tunggu keberangkatan kita masukkan peron/karcis kedalam mesin di depan pintu masuk, kalau pintu membuka berarti karcis kita legal. Selanjut kita menunggu kedatangan kereta api dan atau bis. Setelah kereta api/bis giliran yang akan berangkat datang, penumpang naik secara tertib. Di dalam kereta api/bis tidak ada lagi pemerikasaan peron dan atau karcis. Bandingkan di Indonesia, setiap enam jam sekali petugas peron datang dengan membawa alat seperti tang memberi tanda bahwa peron kita sudah diperiksa dan masih berlaku untuk perjalanan seterusnya. Kadang terasa menyebalkan ketika kita sedang tertidurpun dibangunkan petugas bahwa ada pemeriksaan peron. Jika anda naik kereta api/trem di Malaysia hal seperti itu tidak akan pernah anda temukan. (2) Poiter (tukang angkut barang). Jika anda sampai di pelataran airport di Indonesia, maka anda akan disusul oleh tukang angkut barang, untuk menawarkan jasanya. Pemandangan ini tidak akan anda temukan di Malaysia, karena sudah disediakan alat pengangkut barang yang bisa kita dorong sendiri.. (3) Tidak menemukan Polantas di setiap persimpangan. Jika di Indonesia, khususnya Jambi, setiap simpang empat masih dijaga oleh Polantas, sehingga terkesan duplikasi, sudah ada pengaturan melalui lampu lalu lintas, kog masih ada pengaturan secara manual. Polantas di Malaysia baru bertindak jika berdasarkan pengamatan melalui monitor ditemukan ada pengemudi (driver) yang melakukan pelanggaran. Kurang lebih seperti praktek di jalan-jalan Tol di Jakarta. (4) Tukang angkut sampah diganti dengan mobil pengangkut sampah yang dapat berfungsi memindahkan sampah secara mekanis dari tempat sampah ke dalam mobil pengangkut sampah. Jadi tidak perlu manusia digunakan untuk memindahkan sampah yang resiko kena kuman penyakit yang begitu besar dihadapi oleh pemindah sampah secara manual dan terkesan pekerjaan ini kurang manusiawi.
Perilaku Hina
Jika diatas sudah dikemukakan bentuk-bentuk pekerjaan hina, namun ada yang lebih hina kelihatan pekerjaannya terhormat tetapi perilakunya tidak terpuji sama sekali. Secara ekstrim kita mengatakan perilaku ini sebenarnya lebih hina dari pekerjaan terhina. (1). Perilaku anggota dewan yang menerima uang suap dari pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Disinyalir banyaknya karet-karet kondom-kondom yang ditemukan di gedung DPR pusat adalah ulah oknum anggota DPR pusat yang tidak pulang ke rumah karena habis rapat hingga malam hari. (3) Dosen-dosen pelacur yang jual nilai dengan mahasiswa dan menggarap skripsi, thesis hingga disertasi, (4)Oknum pejabat yang menjadi pengemis minta dibelikan tiket pesawat atau meminta sesuatu kepada pihak-pihak yang berkepentingan., (5) Pengacara yang maju tak gentar membela yang bayar (6)Dokter-dokter yang memasang tarif secara komersial kepada pasien-pasien yang berobat. (7).Oknum Polisi yang meminta biaya kepada pihak pelapor penipuan, kecurian, penodongan dan tindak kriminalitas lainnya. (8) Oknum santri yang menikah dengan anak dibawah umur. (9) Orang tua yang diduga mengeksploitir keahlian anak dibawah umur untuk memperoleh keuntungan yang besar. (10). Oknum-oknum petugas yang tega menyunat uang BLT dan jatah beras Raskin, (11) Caleg beli suara rakyat agar terpilih sebagai anggota legislatif, (12) Oknum pembina mahasiswa yang menyunat uang bea siswa mahasiswa, dan lain-lain.
Ciptakan Pekerjaan dan Perilaku Bermartabat.
Untuk menciptakan pekerjaan yang bermartabat, maka pemerintah dan pemilik modal perlu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih layak dan mengganti bentuk pekerjaan yang terkesan hina dengan mesin dan alat mekanis. Buukankan dalam dalam salah satu pasal UUD 1945 dikatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan yang layak. (2) Sedangkan untuk menciptakan perilaku yang bermartabat dalam bekerja harus diingat lagi bahwa : (a) Profesi pekerjaan luhur dilakukan untuk mengabdi kepada sesama manusia, jadi kurangi sifat komersial dan pamrih secara berlebihan. Belajarlah ikhlas dalam bekerja. Bukankah dalam melakukan pelayanan telah mendapat imbalan secara proporsional yang sesuai standar kemampuan masyarakat?. Jika belum ada standar maka buat standar tersebut, sehingga kita semua dalam menerima imbalan dapat lebih nyaman dan lebih bermartabat. (b) Pelaku tindak kejahatan harus diberi pembelajaran yang setimpal sesuai sanksi yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan, tanpa ada diskriminasi. (c) Itikad kuat dari pihak keamanan untuk mengurangi kejahatan dan memberantas kejahatan (d) Kembangkan budaya malu (ashame calture) dengan berkomitmen tidak akan menerima dan atau atau mengambil yang bukan hak atau imbalan kita. Dengan demikian semua profesi yang dilakukan akan lebih bermartabat. Insya Allah.

MENGELIMINIR GOLPUT

Pelaksanaan Pemilu sebagai indikasi utama suatu negara melaksanakan Demokrasi. Pada masa orde lama bangsa Indonesia hanya satu kali melaksanakan Pemilu (tahun1955) dengan tingkat partisipasi pemilu sebesar 91%. Setelah itu Indonesia terkesan sebagai negara Otoriter ketimbang negara Demokrasi, karena tidak pernah lagi malaksanakan Pemilu sampai dengan tahun 1965. Pada masa orde Baru bangsa Indonesia mampu melaksanakan pemilu 6 kali (tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997). Data yang menakjubkan penulis peroleh dari buku Dasar Ilmu Politik (Prof. Miriam Budiarjo, edisi revisi 2008) menunjukkan Indonesia pernah meraih tingkat partisipasi pemilu tertinggi di dunia yaitu 95 % (1992) yang menyamai prestasi Uni Soviet pada masa jayanya, urutan kedua adalah Australia (94,69% tahun 2004). Hal ini terjadi karena masyarakat diwajibkan untuk berpartisipasi, urutan ketiga adalah Singapura (94% tahun 2006) , urutan ke empat adalah Jerman (90 % tahun 1992). Partisipasi pemilu yang terendah adalah Polandia (53,4 tahun 1990) dan Amerika Sarikat 53,5 % tahun 2004). Apalah arti dari tingginya angka partisipasi pemilu tahun 1992, karena pemilu yang dilaksanakan pada waktu itu terkesan adanya semacam rekayasa.Masih segar dalam ingatan penulis yaitu pengalaman mengikuti pemilu 1992. Disaat TPS sudah mulai sepi dari pemilih, panitia menyuruh orang yang masih berada di dekat TPS tersebut untuk mencoblos dua kali. Maklum pengawas partai ketika itu hanya ada satu partai dan tidak ada Panwaslu dan pengawas independent ditambah lagi penyelenggara pemilu juga bukan dari pihak independent. Bandingkan Amerika dan Jerman walaupun angka partisipasinya tidak terlalu tinggi, tapi kualitas demokrasi jauh dianggap lebih baik dibanding Indonesia, karena tidak ada rekayasa. Pemilu dilakukan dengan cara-cara elegance tanpa kecurangan. Akibat rekayasa demokrasi yang dibangun pada masa orde baru tersebut dikatakan Gus Dur sebagai demokrasi semu; Pada masa reformasi 1999, angka partispasi pemilu melorot tajam yaitu 57,7% yang memberikan suara dan pemilu 2004 juga hampir sama yaitu kurang dari 60% yang memberi suara. Hal ini terjadi karena pemilu diadakan tergesa-gesa dan adanya perubahan sistem pemilu.
Pemilu yang akan dilaksanakan beberapa minggu lagi juga dihinggapi rasa kekhawatiran akan rendahnya suara yang diberikan secara benar. Ada yang melakukan partisipasi pasif yaitu datang tapi cara mencontrengnya salah atau sengaja disalahkan. Fenomena mencontreng salah karena memang tidak tahu, sedangkan yang mencontreng sengaja disalahkan karena apatis dengan pemilu. Hidayat Nur Wahid telah berani mengemukakan bahwa golput “haram” (masih kontroversi). Namun niat baiknya adalah upaya mengeliminir golput. Menurut Drs.P.Sunarto, SH. MH (ketua LP3 NKRI) mengatakan bahwa sistem contreng ini yang mengetahui secara benar baru 40 % dari para pemilih disebabkan caleg tidak aktif menjelaskan.. Sebenarnya kecilpun angka partisipasi pemilu jika dilakukan dengan prosedur yang benar tidak mempengaruhi kualitas demokrasi. Masyarakat Amerika tidak terlalu bergairah untuk memberi suara dalam pemilihan umum. Akan tetapi mereka lebih aktif mencari pemecahan berbagai masalah masyarakat serta lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan organisasi-organisasi seperti organisasi politik, bisnis, profesi, petani dan sebagainya. Namun alangkah lebih baiknya jika lebih banyak berpartisipasi dalam pemilu, supaya keterwakilan aspirasi masyarakat dapat lebih terakomodir dan representatif.
Identifikasi Golput.
Berdasarkan pengalaman di Amerika sarikat kantong-kantong golput lebih banyak berasal dari (1) Masyarakat pendapatan rendah, (2) Pendidikan rendah, (3) Buruh kasar, (4) Pembantu rumah tangga, (5) karyawan dinas-dinas, (6) Pelayan, (7) Petani (8) ras hitam (jika di Indonesia etnis minoritas), (9) Perempuan, (10) Usia dibawah 35 tahun, (11) Bujangan, (12). Orang hidup menyendiri.
Upaya Mengeliminir Golput.
Menjelang Pemilu tinggal beberapa minggu ini pihak-pihak yang terkait dalam sosialisasi pemilu diharapkan melakukan komunikasi lebih intensif sehingga masyarakat benar-benar paham dan menyadari arti suara mereka.
Langkah cepat yang dapat dilakukan adalah:
Pertama : Komisi Pemilihan Umum (KPU), tokoh adat, masyarakat, agama dan pendidik serta caleg melakukan penyuluhan khusus terhadap kelompok-kelompok yang terindikasi golput tentang teknis/cara mencontreng yang benar dengan obyek : (1) Penerima-penerima (Bantuan Langsung Tunai (BLT), (2) Melalui serikat buruh, (3) Mengumpulkan pembantu-pembantu rumah tangga. (4) Organisasi petani, (5) Organisasi perempuan, (6) Organisasi pemuda, (7) partai politik, (8) Mengumpulkan kelompok-kelompok bujangan yang menyendiri, (9) mengumpulkan pelayan-pelayan selanjutnya diberikan penjelasan tentang mencontreng yang benar.
Kedua : Seluruh stasiun televisi selama seminggu melakukan acara tayangan serentak kurang lebih 30 menit sampai dengan satu jam masa durasi untuk menjelaskan bagaimana cara mencontreng untuk calon legislatif (DPR, DPRD) dan calon legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan dilakukan demikian maka mau tidak mau masyarakat yang tidak mengerti tadi menonton acara sosialisasi contreng tersebut, karena mereka tidak bisa menukar acara lain lagi. Insya Allah partisipasi pemilu tahun ini dapat mencapai prestasi partisipasi pemilu tahun 1992. dengan tetap mengacu kepada azas langsung, umum, bebas, rahasia dan penuh kejujuran dan adil. Hal ini sesuai dan sejalan dengan harapan pemilu yang telah dicanangkan sejak era reformasi.

DILEMA KOALISI GEMUK

Menjelang pilpres, pilgub bahkan pilbub, peserta pemilu presiden dan pemilukada baik itu balon presiden/gubernur/bupati dan partai kusak kusuk mencari koalisi partai. Balon ketika mendekati masa pendaftaran sebagai kandidat belum juga mendapat tumpangan perahu berusaha, mau tak mau merangkul partai-partai kecil, namun jika belum memadai keterwakilan partai tersebut di legislatif terpaksa harus mencari partai lain yang mau koalisi. Fenomena koalisi ini bukan hanya terjadi pada partai kecil, namun ada juga partai yang sudah memenuhi persyaratan mengajukan calonnya sendiri atau mendukung calon yang bukan kader murninya juga kusak kusuk mencari koalisi. Hal ini terjadi karena kurang percaya dirinya calon terhadap kemampuan untuk menang jika hanya di dukung oleh satu partai bahkan dua partai. Balon dan partai beranggapan bahwa dengan semakin banyak koalisi maka akan semakin besar peluang menang, karena ibarat kuda yang membawa pedati, jika kudanya semakin banyak maka pedati dapat ditarik dengan lebih cepat dan ringan. Dugaan ini ada benarnya, dengan asumsi kuda-kuda harus solid, seirama berlari ketika membawa pedati tersebut. Namun jika ada satu atau dua kuda yang lambat, sebaiknya segera dibuang saja, artinya bukan malah mempercepat pacuan kuda secara kolektif, namun menjadi beban bagi kuda-kuda yang lain. Artinya koalisi sangat ditentukan oleh kekompakan dan kemampuan mesin-mesin partai untuk bergerak seirama untuk menggapai pulau kemenangan. Gejala koalisi gemuk ini muncul di Indonesia pertama kali dipraktekkan oleh Gubernur DKI Jakarta sekarang (baca : Fauzi Bowo). Ketika ia mencalonkan diri, ia didukung oleh hampir 70 persen partai, sedangkan lawannya ketika itu (baca : Adang Dorojatun) hanya didukung oleh partai PKS). Itupun Fauzi Bowo hampir saja dipermalukan dengan koalisi gemuknya, karena Adang Dorojatun hanya kalah tipis dalam perolehan suara. Kembali ketika Pilpres 2009 SBY selaku incumbent dan partainya berhasil sebagai pemenang pemilihan legislatif, malah ikut-ikutan dengan melakukan pola koalisi gemuk.Tanpa koalisi gemukpun ia diprediksikan bakal menang karena posisinya sebagai incumbent dan ekonomi Indonesia ketika kepemimpinannya mulai menggeliat kembali. Apalagi pemungutan suara dilakukan secara langsung, kecuali secara tidak mungkin ada pengaruh koalisi ini. Dalam hal ini pihak koalisi yang memperoleh keuntungan karena setelah kemenangannya mereka rame-rame minta haknya untuk menempatkan wakilnya di kabinet SBY. Soal mereka melaksanakan kewajiban menjalankan mesin partainya sulit untuk dibuktikan, bisa saja mereka mengatakan menjalankan, tapi kenyataan mereka hanya terima bersih kemenangan. Arinya banyak tim kampanye yang hanya menuntut hak ketimbang kewajibannya.
Efek negatif Koalisi Partai.
Memang dengan strategi koalisi partai kecenderungan memperoleh kemenangan lebih besar dengan asumsi mesin partai jalan, namun efek negatif koalisi ini juga dirasakan baik oleh pemenang dan masyarakat.
Efek negatif pertama : cost menjalankan mesin politiknya yang banyak terasa lebih mahal, ketimbang kalau hanya menggunakan satu atau mesin politk.
Efek negatif kedua yang dirasakan adalah : kandidat presiden/ gubernur/bupati tidak leluasa dalam menentukan calon pendamping nya, tetapi ia harus memperhatikan aspirasi dari koalisinya. Akibatnya jika posisi nomor satu ini menang dikhawatirkan mereka tidak seiring sejalan dalam menjalankan pemerintahan, karena mereka berupaya menjalankan misi partainya masing-masing. Akhirnya tujuan utama pemerintahan meningkatkan kesejahteraan, pelayanan dan daya saing negara/daerah tidak tercapai. Efek negatif ketiga : jika koalisi besar menang, penentu utama personil kabinet tidak bisa menggunakan hak prerogatifnya karena sudah ada deal tentang persentase jabatan yang harus diberikan kewenangan untuk ditentukan personilnya oleh pihak partai. Bahkan untuk departemen/dinas apa yang akan ditentukan personilnya mereka sudah paham. Makanya ketika SBY menentukan personil yang akan duduk di kabinetnya, pengumunan yang seharusnya dilaksanakan yang sudah ditetapkan terjadi beberapa penundaan, karena ada yang tidak pas baik dari selera presiden maupun selera partai. Beda ketika Soeharto menentukan kabinetnya, ketika ia mengumumkan kabinetnya, selalu tepat waktunya (tidak berubah-ubah). Efek negatif keempat adalah : Siap-siap masyarakat menerima orang-orang kabinet yang tidak profesional (tidak the right man in the right place). Ada nama yang ditawarkan oleh partai tetapi kualifikasi nya untuk menjabat pos tertentu tidak pas, akibatnya setengah dipaksankan daripada ia ditinggalkan oleh koalisinya.. Efek negatif kelima : dalam perjalanan melaksanakan roda pemerintahan jika terjadi persoalan, anggota legislatif yang termasuk koalisi pemenang/koalisi pemerintah belum tentu sepenuhnya membela pemerintah. Ingat kasus bank century, SBY ditinggal seenaknya oleh koalisinya.
Rekomendasi
Pertama. Dimasa yang akan datang sebaiknya dibuat ketentuan hanya diperbolehkan koalisi dengan partai-partai yang satu ideologi, visi, misi, program dan platform. Jika ada perbedaan maka koalisi tidak dapat diajukan. Kedua : Jumlah koalisi partai tidak bole lebih dari ttiga partai.
Ketiga : Pihak pemenang koalisi harus menandatangani memori of standing untuk tetap berpihak kepada pemerintah, karena ia adalah pilar pertama pendukung pemerintah.
Keempat : Sebaiknya partai pendukung yang telah memenuhi persyaratan minimal mendukung salah satu kandidat, tidak perlu melakukan koalisi dengan catatan kandidat yang dipilih terjamin kualitasnya dan pilih anggota tim sukses yang benar-benar loyak yang direkrut dari keluarga dan kolega selanjutnya gerakkan tim sukses sebaik mungkin.
Kelima : Kandidat yang maju jangan terlalu tergantung dengan partai koalisi, ukur kemampuan diri melalui survey. Jika secara kualitas diri masih dianggap kurang dibanding kandidat lain sebaiknya jangan dipaksakan maju, karena mubazir saja. Lebih baik uang untuk sosialisasi diri an kampanye dialihkan untuk digunakan dalam penciptaan lapangan kerja baru. Ini jelas betul azas manfaatnya (utility) dan berpahala meningkatkan kesejahteraan real kepada masyarakat.

BEIJI, DESA DI TENGAH KOTA

Cara dan gaya kehidupan kota telah memasuki ranah masyarakat desa. Akses dari desa menuju kota makin terasa mudah dan dekat karena ditopang prasarana dan alat transportasi yang semakin baik serta kemajuan teknologi informasi. Cara dan gaya kehidupan masyarakat desa secara tidak sadar dan perlahan menggerus kebiasaan (custom) dan tata krama (folkway) masyarakat desa.
Beiji salah satu desa yang berada di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah adalah cerminan desa di tengah kota. Nuansa desa seperti sepi jauh dari keramaian/hiruk pikuk kota masih terasa, namun kebiasaan berkumpul/ intensitas interaksi diantara masyarakat semakin berkurang karena kesibukan mengejar materi. Mungkin terjadi pergeseran, bahwa keberhasilan seseorang sekarang ditentukan dari “ banyaknya materi yang dihasilkan” bukan dilihat prestasi yang digapai (achievment oriented). Anehnya di desa sekarang ada masyarakat yang tidak saling kenal dalam satu lokasi (locus). Disamping itu tata krama serta ciri masyarakat paternalistik sudah mulai kurang. Bagaimana sikap seorang yang lebih muda jika berpapasan dengan yang lebih tua, sudah tidak ada bedanya, seperti jika ia berpapasan dengan teman sebabyanya saja. Perubahan ini nampaknya dimanfaatkan kelompok terorist Nordin M.Top untuk menjadikan desa Beiji menjadi tempat persembunyian sekaligus melakukan aktivitas perencanaan dan pengorganisasian kegiatan pengemboman. Tempat ini pula menjadi perhatian khusus masyarakat Indonesia dan dunia, karena pada tanggal 7 dan 8 Agustus 2009 yang lalu TV swasta Metro melakukan siaran langsung non stop. TV Metro menayangkan salah satu rumah yang ada di tengah sawah yang dikepung dan oleh Densus 88 dan menyiarkan pula secara langsung kejadian baku tembak , tak ubahnya seperti fillm Combat yang pernah ditayangkan TVRI pada era tahun 80 yang lalu. Ada fenomena sosial menarik yang perlu diungkapkan disini yaitu desa dengan beberapa jargonnya yaitu ketenangan, saling kenal mengenal, kolektif dan terjadi ikatan paguyuban (gemeinschaft) yang sangat kental seolah-olah mulai pupus. Masyarakat sekitar tidak tahu persis siapa tamu/orang yang ada di rumah tengah sawah tersebut, apalagi sampai tahu kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang di tengah sawah. Apakah ini pertanda sifat induvidualistik mulai membudaya? Perlu ditelaah apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya sehingga desa tidak menjadi tempat persembunyian kelompok terorist.
Terjadinya perubahan masyarakat desa ini salah satu penyebab kuatnya adalah akibat budaya materialis yang secara terus dipertontonkan dan dihadapi oleh masyarakat, akibatnya masyarakat menjadi serba komersil untuk dapat eksis dalam kehidupan dan dapat dikatakan sebagai “masyarakat yang berhasil”.
Implikasi Budya Materialis di desa.
Pertama : kemampuan membeli sarana hiburan dan informasi dapat mengakibatkan melemahnya ketaatan terhadap agama. Surau/mesjid di desa mulai sepi karena masyarakat lebih asyik dengan tontonan TV yang menawarkan berbagai opsi stasiun TV. Belum lagi daya tarik sarana hiburan Video games, VCD, internet.
Kedua : masyarakat menjadi komersil. Dalam memperoleh rezeki mereka tidak selektif lagi, apakah rezeki yang diperolehnya dapat menimbulkan masalah. Seperti menyewakan rumah dengan orang asing yang tidak jelas identitasnya.
Ketiga : Lembaga-lembaga desa tidak lagi berfungsi secara optimal. Seperti karang taruna, LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa), kecuali PKK masih tetap berkiprah, disiyalir karena keterlibatan ibu-ibu pejabat kelurahan, kecamatan, kabupaten dan sekali-sekali mereka juga mendapat kunjungan dari pengurus PKK tingkat kota dan Propinsi. Pengurus LKMD tidak lagi secara reguler melakukan rapat dengan masyarakat yang berhubungan dengan masalah keamanan yang patut dicurigai atu diwaspadai. Demikian juga dengan pengurus RT, seolah-olah tidak mempersoalkan lagi jika ada warga baru yang mengontrak atau menyewa pemondakan tanpa melapor. Artinya ia bersifat pasif menunggu penghuni baru itu sendiri yang melapor.
Keempat : Masyarkat mulai berfikir rational dan individualis ketimbang kolektif. jika berhadapan dengan masalah-masalah yang bersifat sosial. Misal kegiatan siskamling yang sudah tidak jalan. Jika mereka melakukan siskamling berarti mereka akan mengorbankan pencarian rezeki untuk esoknya, karena malam kurang tidur.
Kelima : Meningkatnya tingkat kriminalitas di desa. Ini juga disinyalir karena siskamling yang tidak jalan lagi.
Keenam : Akibat kriminalitas, maka mengibatkan ketenangan dan keamanan desa terganggu. Pengepungan dan baku tembak di desa Beiji dapat jadi pelajaran yang sangat berarti disini . Mayarakat yang tadinya tenang dikejutkan dengan bunyi ledakan senjata dan bomb, selanjutnya mereka berbondong-bondong menyaksikan dari kejauhan penyerbuan Densus 88 ke lokasi teroris di persawahan.
Memperkuat Kembali Karakter Desa.
Tindakan apapun tidak dapat menghalangi desa menjadi kota karena memang arah perkembangannya, namun keunggulan karakter desa yang dimiliki harus tetap dilestarikan.
Untuk itu kembalikan masyarakat Indonesia mengaktifkan kegiatan : (1) LKMD yang sekarang bernama LPM (Lembaga Pertahanan Masyarakat, (2) Kegiatan Karang Taruna, (3) Siskamling, (4) ABRI masuk desa,
Disamping itu pemerintah harus dapat menahan derasnya perilaku gaya-gaya kehidupan materialis masuk ke desa dengan cara (1) Kesbang Linmas harus aktif melakukan penyuluhan kepada masyaratkat desa akan bahaya kehidupan materialis dan mendukung untuk mengaktifkan kembali pranata kontrol masyarakat yang ada, (2) Acara-acara TV yang permisif terhadap budaya materialis harus dihilangkan seperti : Fear factor yang tidak mempersoalkan haram atau halal cara orang memperoleh nafkah hidup. Demikian juga program baru Take me Out yang ditayang TV Swasta Indosiar, adalah sangat tidak mendidik. Acara ini sama dengan menawarkan diri secara lelang, seharusnya sebagai manusia menjaga nilai diri, bukan secara vulgar orang dapat memberi penilaian harga diri kita. Peserta yang ikut acara tersebut terkesan tidak percaya lagi dengan Tuhan. Bukankah kehidupan, kematian dan jodoh ada ditangan Tuhan tanpa harus menawarkan diri secara murahan di depan umum,

Membuka Kebuntuan KPUD-Bawaslu

Pemilukada Jambi 2010 sudah ditetapkan KPUD Propinsi Jambi pada tanggal 19 Juni 2010, namun penyelesaian persoalan Panwas Pilkada dengan Bawalsu masih belum dapat ditemukan cara terbaik. Jika persoalan Panwaslu ini berlarut-larut (dead lock), maka penyelenggaraan pemilukada pada tanggal 19 Juni nanti bisa saja ditunda. Jika KPUD memaksakan tetap saja melaksanakan Pemilukada dikhawatirkan akan muncul-muncul persoalan yang lebih kompleks lagi setelah penghitungan suara. Persoalan yang dimunculkan dapat saja berasal dari pihak yang tidak legowo dengan kekalahan, melakukan komplain dengan alasan pemilukada cacat hukum karena Panwaslu seharusnya sudah terbentuk satu bulan sebelum tahapan Pemilukada dimulai. Akibat tahapan Pemilu dilaksanakan sebelum adanya Panwaslu, maka tuduhan macam-macampun bermunculan. Ada yang mengatakan KPUD melanggar kode etik, karena telah berani melakukan tahapan Pemilukada tanpa Panwaslu. Protes lain setelah pemungutan suara dilakukan, pihak yang tidak menerima kekalahan tadi mengungkit kembali bahwa pemutakhiran data tanpa Panwas Pilkada.
Latar Belakang Pelanggaran Kode Etik.
Jika meninjau kembali kebelakang kenapa KPUD Jambi berani memulai tahapan Pemilukada ada beberapa sebab :
Pertama : Tidak tahan adanya tekanan dari elemen masyarakat (LSM dan salah satu tim sukses Cagub) melalui demonstrasi langsung ke KPUD. Demonstran menduga bahwa KPUD sengaja memperlambat Pemilukada supaya menguntungkan cagub yang lain. Padahal ketika itu KPUD provinsi belum memulai tahapan Pemilukada karena anggaran pemilu belum deal antara KPUD dengan pemerintahan daerah. Kedua : Adanya pandangan dari kalangan akademisi yang mengatakan bahwa jika tahapan Pemilukada tidak segera dimulai, maka ketika masa jabatan gubernur berakhir ternyata belum ada gubernur terpilih tentu akan terjadi kekosongan jabatan gubernur Jambi. Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut akan ditunjuk pelaksana tugas (caretaker) oleh Menteri Dalam Negeri. Akibat adanya caretaker, maka pembangunan Jambi untuk sementara akan terjadi stagnan dengan alasan (1) caretaker tidak boleh mengambil kebijakan strategis melakukan penggantian kepala Dinas. Lebih lanjut dari itu dikhawatirkan pula adanya oknum Kepala Dinas akan memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan manipulasi/tindakan korupsi. (2) caretaker tidak boleh mengajukan RAPBD. Dampak larangan ini tentu akan merugikan masyarakat yang perlu segera diambil tindakan cepat dalam rangka akselerasi ataupun substitusi yang dapat dilakukan dalam mensejahterakan masyarakat.
Pada saat anggaran pilkada untuk putaran pertama telah ada kata sepakat antara KPUD dengan Pemda, maka KPUD Propinsi bertekad Pemilukada harus segera dilaksanakan (must go on) walaupun masih ada halangan bahwa Panwaslu yang diusulkan oleh KPUD belum ditetapkan oleh Banwaslu.
Bukan semata kesalahan KPUD.
Di negeri Indonesia ini, memang dikenal baru bagus ditataran peraturan (perundang-undangan), namun dalam implementasinya akan terjadi kesimpang-siuran. Analog dengan kasus Bawaslu. Bawaslu menurut mekanismenya menetapkan tiga orang Panwas Pilkada dari enam orang yang direkomendasikan oleh KPUD Propinsi Jambi. Namun nyatanya tidak ditetapkan, alih-alih Bawaslu secara berani melakukan penetapan kembali Panwas Pilpres sebagai Panwas Pemilukada. Ini jelas-jelas melanggar mekanisme. Bawaslu berkilah dan melakukan justifikasi dengan mengatakan bahwa (1) KPUD terlambat mengajukan rekomendasi nama-nama calon Panwas Pilkada disinyalir karena anggaran pemilukada belum cair, sehingga dengan tindakan tersebut paling tidak Bawaslui telah melakukan efisiensi. Dengan demikian kebuntuan dalam mengatasi biaya recruitmen Panwas Pilkada ditemukan solusinya. (2) Nama-nama yang direkomendasikan oleh KPUD tidak memenuhi persyaratan, terutama persyaratan surat keterangan general chek up (bukan sekedar surat keterangan kesehatan dari dokter Puskesmas). Sebagai informasi terakhir yang diperoleh bahwa KPUD seluruh Indonesia yang dianggap bermasalah sebanyak 46 Panwas Pilkada. Dengan rincian 18 Panwas Pilkada kabupaten/kota dapat melanjutkan tugas (include daerah Panwas Pilkada Jambi), 24 Panwas Pilkada ditinjau ulang, serta 4 Panwas pilkada dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh Bawsalu. Penolakan KPUD Propinsi Jambi terhadap penetapan Panwas Pilpres yang telah diteruskan menjadi Panwas Pilkada cukup beralasan : (1) Bawaslu melanggar mekanisme, (2) KPUD telah merekomendasi enam calon Panwaslu tingkat propinsi kepada Bawaslu. (3) Nama-nama Panwas Pilkada yang direkomendasi KPUD Jambi dianggap tidak memenuhi syarat general chek up. Padahal sebelumnya sudah ada Surat Edaran Bersama (SEB) bahwa surat keterangan general chek up dapat diganti dengan surat Keterangan Kesehatan dari dokter Puskesmas.
Membuka Kebuntuan.
Pertama. Bawaslu instruksikan kepada KPUD lakukan kembali rekrutmen dengan mengakomodir enam nama yang sudah direkomendasi dan tiga Panwas Pilpres (dengan catatan Panwas Pilpres mendaftar sebagai calon panwas pilkada). Dari sembilan calon tersebut, rekomendasi kembali enam nama ke Bawaslu untuk menetapkan tiga nama Panwas Pilkada Propinsi. Dengan demikiaan Bawaslu terhindar dari pelanggaran mekanisme.
Kedua. Jika keberatan calon Panwas mengurus general chek up karena persoalan biaya yang mahal, maka biaya general chek up tersebut untuk enam orang calon Panwas Pilkada yang telah direkomendasi plus tiga orang Panwas Pilpres yang mendaftar kembali sebagai calon Panwas Pilkada dibebankan kepada pemerintah daerah setempat. Dengan demikian ketentuan general chek up yang disyaratkan dapat dipenuhi.
Ketiga : Jika ada masyarakat komplain mengatakan pemilukada cacat hukum karena pemutakhiran data tanpa Panwas, maka dapat ditunjukkan pengalaman Pileg dan Pilpres di Indonesia sejak reformasi (1999) bahwa Panwas Pilkada terbentuk setelah pemutakhiran data, ada juga setelah pengumuman caleg, capres dan cagub walaupun dalam perundang-undangan dibunyikan bahwa setiap tahapan pemilukada harus diawasi Panwas. Oleh sebab itu dimasa yang akan datang supaya tidak terjadi kekisruhan yang berkepanjangan dalam pemilukada, diharapkan penyelenggara dan pemerintah benar-benar konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Semua pihak yang terlibat dalam pemilukada (include stakeholders) harus beritikad untuk melancarkan pemilukada demi menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat.

PILGUB MEMBUAT JANTUNG BEDEGUB

pada bulan Juni tinggal empat bulan lagi. Semakin dekat pelaksanaan pilgub, maka berkorelasi pula dengan semakin naiknya suhu politik di daerah Jambi, akhirnya bermuara akan naiknya detak jantung (bedegub/nervous) bagi pihak-pihak yang terkait dengan pilgub. Siapa saja pihak yang paling merasakan hal tersebut? Paling tidak ada empat kelompok masyarakat yang terlibat langsung, yaitu penyelenggara (KPUD dan Panwaslu), Peserta (Calon gubernur, calon wakil gubernur, tim kampanye dan tim sukses), pemilih (masyarakat yang telah berhak memilih berdasarkan peraturan perundang-undangan), dan pegawai negeri sipil.
Penyelenggara.
Ada semacam kekhawatiran masyarakat akan kemampuan KPUD yang notabene personalianya mempunyai usia yang relatif sama, sehingga tidak ada satupun diantara peronalia yang mampu bersikap kebapakan (Patronage). Personalia KPUD lebih cenderung menyelesaikan persoalan dengan cara-cara seharusnya (das sein) bukan berdasarkan kenyataannya (dassolen). Ini dibuktikan dua persoalan yang cukup alot terjadi ketika penetapan biaya penyelenggaraan pilgub tahap pertama dan persoalan Penetapan Panwaslu oleh Banwaslu yang tidak mengacu kepada usulan dari KPUD. Ketika belum tuntasnya penetapan anggaran oleh Pemerintah Daerah, alih-alih salah satu LSM di kota Jambi melakukan demonstrasi dengan menduduki sekretariat KPUD. Tahap kedua mudah-mudahan tidak terjadi, karena dapat menimbulkan tambah nervous pihak penyelenggara. Hal ini disebabkan anggaran tahap kedua hingga saat ini belum ditetapkan pemerintah Daerah Jambi (legislatif dan eksekutif). Demikian juga dengan persoalan Penetapan Panwaslu agar dapat diselesaikan dengan cara-cara demokratis, sehingga tidak dianggap cacat hukum. Persoalan Panwaslu ini diharapkan cepat tuntas sehingga tidak berlarut-larut sampai dengan tahap penetapan pemenang. Jika persoalan Panwaslu cacat hukum, dikhawatirkan pihak yang kalah dapat melakukan komplain dan menolak penetapan pemenang karena Panwaslu dianggap cacat hukum. Maklum dinegeri bedebah (kutip istilah Aji Massardi) paling gampang cari kesalahan daripada mengakui kekalahan.
Peserta
Pertama. Calon gubernur yang belum mendapat dukungan partai secara resmi, jelas Harap-Harap Cemas/H2C (baca : bukan rumus kimia). Bagaimana tidak cemas, biaya sosialisasi sudah banyak dikeluarkan, ternyata tidak dapat dukungan perahu politik. Tercatat hingga saat ini ada dua cagub yang belum mendapat dukungan partai politik. Kedua. Cawagub juga H2C, apakah dipilih cagub untuk mendampingi beliau atau tidak. Jika cawagub yang telah bersosialisasi tidak terpilih menjadi pendamping cagub, jelas akan kecewa (dispointed). Jadi cawagub cukup bedegub juga menjelang penetapan pasangan. Ketiga. Tim Kampanye dan tim sukses cukup bedegub menjelang diumumkan hasil penghitungan suara. Kalau kalah harus dapat bertanggung jawab kepada calon gubernur dan kalau menang tinggal menuntut janji kekuasaan dan mungkin pula proyek atau hadiah khusus.
Pemilih.
Pemilih yang berdasarkan akal sehat dan hati nurani, jantungnya tentu akan bedegub juga menunggu hasil perhitungan suara. Mereka akan sangat kecewa jika pasangan cagub/cawagub pilihannya tidak menang. Lain halnya dengan pemilih yang tidak cerdas dan bersifat easy going, ia akan bersifat apatis terhadap siapapun yang akan keluar sebagai pemenang.
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sebagian besar PNS yang saat sekarang memegang jabatan tentu merasa galau, sebab gubernur sekarang sudah tidak dapat memperpanjang masa jabatannya lagi karena telah dua periode. Nasib baik mereka masih dapat dapat jabatan dalam kepemimpinan gubernur baru yang terpilih. Tetapi, yang pasti jika mereka tidak sepaham dengan gubernur baru yang terpilih, mereka harus legowo jika jabatannya diganti dengan orang lain. Satu hal yang mungkin dapat membesarkan hati pejabat lama adalah tak ada yang abadi di dunia ini, yang abadi adalah prosesnya. Namun penulis punya keyakinan walaupun dalam regulasi MENPAN dikatakan PNS tidak boleh berpihak, secara diam-diam mereka yang ambisius dengan kekuasaan (baca : jadi pejabat) pasti kusak kusuk menentukan arah dukungan. Apalagi sanksi bagi mereka yang berpihak tidak begitu tegas. Namun bagi PNS yang tidak berpihak, penulis punya keyakinan mereka akan tetap seperti yang dulu. Penyanyi Dian Pisesha dalam syairnya “aku masih seperti yang dulu. Memang ada yang mengatakan jadi pejabat saat sekarang bukan ditentukan oleh prestasi, tetapi lebih banyak ditentukan oleh nasib baik (lucky). Tapi bagi yang tidak percaya dengan faktor lucky tersebut, mereka sudah harus berspekulasi menentukan keberpihakan. Mana ada zaman edan seperti sekarang, pegawai yang tidak berpihak akan mendapat jabatan. Istilah almarhum pelawak Asmuni : suatu hil yang mustahal (baca : suatu hal yang mustahil). Kapan penentuan pejabat secara obyektif akan berlaku kembali di negeri ini? Inilah tantangan paling berat bagi gubernur terpilih nanti dalam menentukan anggota kabinetnya.

AKSESORIS POLITIK

Cara yang paling sederhana mengetahui sistem politik yang diterapkan oleh suatu negara apakah otokratis tradisional, totaliter/otoriter atau demokrasi adalah diidentifikasi dari keteraturan pelaksanaan pemilu secara periodik. Jika tidak melaksanakan pemilu ada dua kemungkinan. Jika pergantian pimpinan secara turun temurun adalah sistem otokratik tradisional. Namun kalau hanya ada satu partai penentu maka dikatakan negara totaliter, kecuali Arab Saudi walaupun tidak punya partai fungsi artikulasi dan agregasi politik masih dapat berjalan dengan baik. Lain halnya dengan negara demokrasi, dapat diketahui dari keteraturan melaksanakan pemilu. Identifikasi secara secara sederhana ini dengan mengabaikan apakah sistem demokrasi itu berkualitas atau tidak? Misalnya ketika masa Orde baru bangsa Indonesia berhasil melaksanakan pemilu relatif teratur yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Namun terkesan rekayasa, karena hasil pemilu sudah dapat diketahui dengan persentase kemenangan yang tidak meleset sedikitpun dibandingkan hasil pemilu. Ini terjadi karena partai-partai pemilu telah dikendalikan secara sistemik oleh pemerintah yang berkuasa. Oleh Gusdur dikatakan demokrasi semu. Sedangkan oleh Firmansyah Ph.D dalam bukuknya Mengelola Partai Politik (2008), dikatakatan dengan istilah “Aksesoris Demokrasi”, karena partai dan masyarakat telah dapat dikendalikan sedemikian serupa, sehingga memilih sesuai dengan keinginan pemintah yang sedang berkuasa (incumbent). Dengan adanya ancaman masyarakat memilih tidak berdasar hati nurani dan rationalitas, ditambah pula faktor kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Orde Baru.
Jika pada Orde Baru kita menemukan istilah aksesoris demokratis karena partai-partai hanya sebagai alat kelengkapan demkrasi dan dikendalikan pemerintah, maka pada era reformasi tidak terjadi lagi demikian. Namun kita menemukan terminologi “aksesoris partai dan kandidat capres/wapres”. Istilah dicipatakan karena banyak partai (include oknum capres/cawapres) yang tidak menjalankan idealismenya lagi. Ideiologi, struktur partai, visi, misi, kebijakan umum (platform), jargon, program kerja hanya merupakan hiasan yang bisa dilihat keindahannya serta enak kedengarannya, sehingga bagi pemilih dan konstituen yang kurang jeli beranggapan bahwa partai dan capres/wapres yang bersangkutan benar-benar profesional , dus memperhatikan kepentingan rakyat. Kenapa ini terjadi? Jawabannya tidak lain godaan materliasme dan kekuasaan. Penguasaan materi membuat mereka merasa lebih disegani dan dihormati. Padahal dalam teroi motivasi Maslow dikatakan penghormatan yang hakiki diperoleh jika dilakukan dengan penuh kejujuran. Melaui kekuasaan orang beranggapan bahwa ia secara legal dapat mempengaruhi orang lain. Hal ini membuat mereka lupa bahwa partai adalah wadah untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Apalah artinya berpolitik kalau tidak ada idealisme memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Para politisi menempatkan kekuasaan sebagai tujuan utama dalam berpolitik pencapaian cita-cita politik sesuai dengan idiologi politik yang diyakini.
Aksesoris Partai dan Capres/Wapres.
Pertama : Idiologi hanya merupakan identitas partai politik yang membantu pemilih dalam menentukan keberpihakan mereka. Seharausnya idiologi benar-benar menjadi dasar yang kuat dalam membuat visi, misi, tujuan, strategi, struktur organisasi partai. platform dan program-program partai dan kandidat Presiden dan wakil Presiden.
Kedua : Visi dan misi mencerminkan idiologi. Misal dalam visi dikatakatan salah satu partai adalah penguatan demokratisasi. Visi ini menginginkan situasi yang menjamin kesempatan sama bagi semua pihak untuk mendapatkan akses ke sumber daya yang terbatas. Dengan demikian diharapakan bahwa interaksi yang muncul memiliki rona bebas dan cair. Masyarakat bisa mengkritik pemerintah, perusahaan dan kelas-kelas elite politik. Tapi kenapa kebebasan “Prita Mulya Sari” mengekspresi kekesalan terhadap rumah sakit OMNI Internasional berbuah penahanan? Bagaimana kontrol dan action partai dalam hal ini? Apakah hanya cukup mengunjungi Prita Mulya Sari? Apa sanksi yang diberikan kepada jaksa penuntut, maupun hakim yang memutuskan kasus tersebut tanapa hati nurani?
Ketiga : Struktur kepartaian tidak mencerminkan devisionalisasi. Tidak nampak keterkaitan antara struktur organisasi partai politik dengan idiologi tercermin dalam cara mengelompokkan tugas dan pekerjaan. Selain itu, tugas dan pekerjaan yang ada dalam struktur tersebut juga mencerminkan idiologi partai politik yang bersangkutan.
Keempat: Platform partai harus dibuat mencerminkan panduan umum dan garis besar arah kebijakan partai dalam kontribusinya terhadap permasalahan bangsa dan negara. Apakah persoalan ancaman kedaulatan bangsa dan negara bukan dianggap permasalahan serius bangsa dan negara? Hal ini beberapa partai tidak begitu serius yang mengangkat issue ini dalam platform partai maupun program capres dan wapres 2009. Bahkan jatuhnya pesawat TNI terakhir pada tanggal 9 Juni 2009 diingatkan oleh oknuim pimpinan partai yang berempati dengan mengunjungi ke rumah duka, mengatakan bahwa persoalan ini jangan dipolitisir. Penulis setuju jangan dipolitisir, tapi lebih lanjut ejawantahkan dalam program kerja.
Kelima : Jargon yang dipilih tidak mencerminkan actionnya dalam berkampanye. Kandidat dan tim pemenangan Capres/wapres yang terperangkap kepada blck campaign ketimbang negatif campaign. Dengan kata lain lebih banyak meneyerang kepada hal-hal yang bersifat pribadi ketimbang kelemahan program kerja kandidat.
Keenam : Program kerja yang tidak benar-benar diupayakan maksimal dalam pelaksanaan. Jangan kita terjebak hanya dengan program kerja yang bagus, tanpa melihat aspek realistis program tersebut. Jika lima tahun yang akan datang tidak terealisasi maka diplomasi yang sudah dapat kita tebak adalah dalam pelaksanaan kami tidak dapat melaksanakannya karena ada beberapa kendala. Oleh sebab itu kami minta maaf.

FENOMENA BUDAYA INTIMIDASI DI JAMBI

Budaya ancam mengancam (intimidasi) yang sering kita temukan pada orde baru, kembali marak terjadi di era reformasi. Masih segar dalam ingatan kita ketika Orde Baru, jika masyarakat tidak akan memilih Golkar ancaman adalah jalan tidak di aspal, urusan-urusan pelayanan administrasi di desa/kelurahan di persulit. Jika PNS akan dimutasikan ke daerah marginal, tidak naik pangkat. Fenomena ini juga terjadi ketika talk show antara Anas Urbaningrum (ketua Fraksi Demokrat di DPR) dengan panelis yang mensinyalir ada aliran dana bank century ke Partai Demokrat. Dijawab oleh Anas Urbaningrum, hati-hati memfitnah, kami bisa menuntut. Rupanya intimidasi ini tidak hanya sebatas ucapan, buktinya LSM Bendera sekarang harus berurusan dengan pihak yang berwajib untuk mempertanggung jawab kan ucapannya itu. Lain lagi di di Propinsi Jambi, setidaknya ada dua ancaman yang mengemuka yang diucapkan oleh balon Gubernur (Abdulah Hioch) dan ketua KPUD (Yaser Arafat). Ancaman Abudllah Hich adalah “akan menarik berkas pendaftarannya dalam bursa calon gubernur yang akan diusung oleh Partai Amanah Nasional (PAN) jika PAN buka pendaftaran ulang Calon Gubernur (Cagub) 2010. Sedangkan Ketua KPUD Propinsi Jambi dalam ancamannya mengemukakan bahwa ia tidak akan memulai tahapan Pilgub di Propinsi Jambi, jika anggaran yang telah dirasionalisasikan KPUD tidak dipenuhi Pemprov. Jambi.
Kasus Abdullah Hich.
Abdullah Hich adalah kader murni PAN melakukan ancaman karena adanya ketidakpastian ia akan diusung oleh PAN atau tidak. Ia telah lama melakukan pendafaran sebagai calon gubernur yang akan diusung oleh PAN bersama dengan dua orang calon lainnya. Bertiga mereka melakukan sosialisasi secara terpisah dan selanjutnya menunggu keputusan verifikasi. Ketika seharusnya memasuki tahap verifikasi, panitia seleksi mengatakan akan melakukan pendaftaran ulang, mengingat ketika calon yang mendaftar belum membayar uang survey. Tentu hal ini memalukan ketiga calon, seolah mereka tidak punya amunisi. Yang lebih memalukan lagi sebenarnya partai yang dianggap tidak punya dana cadangan sehingga Devisi Litbang baru melakukan survey jika dana disiapkan oleh para kandidat yang akan diusung. Abdullah Hich merasa telah berbuat untuk PAN, apalagi ia telah berjasa menempatkan separuh lebih anggota legislatif di Tanjab Timur dan tiga orang anggota DPRD Propinsi Jambi berasal dari PAN Tanjab Timur. Dengan kata lain ia merasa punya nilai tawar, yang akan dilirik oleh Partai lain, apalagi ia berada pada posisi seolah dizalimi. Bukankah masyarakat Indonesia mudah berempati terhadap orang yang dizalimi? Seperti yang terjadi ketika masyakarakat berempati dengan SBY tahun 2004, waktu itu SBY dizalimi oleh Mantan Presiden Megawati Soekarno Puteri. Akhirnya kepopuleran SBY mencuat yang bermuara dengan kemenangannya di Pilpres 2004.
Kasus KPUD Propinsi Jambi.
Lain lagi kasus di KPUD Propinsi Jambi, KPUD merasa telah mengikuti keinginan pihak DPRD agar dilakukan rasionalisasi rencana anggaran. Semula pengajuan anggaran sebesar Rp. 74 milyar tahap pertama, dirasionalisasikan menjadi 51,9 milyar. Oleh DPRD ketika itu diputuskan Rp. 35 milyar untuk putaran pertama. Pihak KPUD mengeluarkan ancaman tidak akan memulai tahapan pilgub jika dana pengajuan yang telah dirasionalisasi tidak dipenuhi. Wakil Ketua DPRD waktu itu balas mengancam, kalau tidak tidak bersedia dengan dana yang telah disediakan tersebut mundur saja dari KPUD Propinsi Jambi. Seiring dengan perjalanan waktu, dilantik pula anggota legislatif baru hasil pemilu 2009. Persoalan ini dibuka kembali dengan mediator DPRD baru. Singkat cerita pihak KPUD tetap memplot Rp. 51,9 milyar dan pihak eksekutif melakukan rasionalisasi lagi dengan memplot Rp. 46,4 milyar. Pihak KPUD tetap ngotot Rp. 51,9 Milyar, bahkan mengancam tetap tidak akan memulai tahapan pilkada jika pengajuan dana pilgub yang telah dirasionalisasi KPUD tidak dipenuhi Pemprov. Jambi.
Solusi Pengendalian Konflik Sosial.
Pakar sistem sosial (Prof. Dr. Nasikun) pernah kemukakan solusi pengendalian konflik sosial (include ancam mengancam) dapat diselesaikan dengan cara mediasi. Mediator dapat memberikan nasehat-nasehat, tetapi tidak bersifat mengikat. Oleh karena itu Mediasi ini hanya dapat dilakukan apabila memenuhi prasyarat (conditio sine quanon).
Prasyarat pertama : Lembaga yang ditunjuk sebagai mediataor harus : (1) merupakan lembaga yang bersifat otonom dalam mengambil keputusan, (2) Kedudukan lembaga-lembaga tersebut di dalam masyarakat yang bersangkutan harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga-lembaga itulah yang berfungsi demikian. (3). Peranan lembaga-lembaga tersebut haruslah sedemikian rupa, sehingga berbagai kelompok kepentingan yang berlawanan satu sama lain itu merasa terikat kepada lembaga-lembaga tersebut, sementara keputusan-keputusannya mengikat kelompok-kelompok tersebut beserta dengan para anggotanya. (4) Lembaga tersebut harus bersifat demokratis yakni setiap pihak harus didengarkan dan diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat-pendapatnya sebelum keputusan-keputusan tertentu diambil.
Prasyarat kedua : Kelompok yang sedang bertentangan itu sendiri mampu memenuhi tiga macam prasyarat berikut : (1) Masing-masing kelompok harus menyadari akan adanya situasi konflik diantara mereka, karena itu mnyeadari pula perlunya dilaksanakan prinsip-prinsip keadilan secara jujur bagi semua pihak. (2) Kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisir secara jelas. (3) Setiap kelompok yang terlibat di dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan permainan tertentu, suatu hal yang akan memungkinkan hubungan-hubungan sosial diantara mereka menemukan suatu pola tertentu. Aturan-aturan permainan tersebut, pada gilirannya justru menjamin kelangsungan hidup kelompok-kelompok itu sendiri. Oleh karena itu ketidakadilan akan dapat dihindarkan, memungkin tiap kelompok dapat meramalkan tindakan-tindakan yang akan diambil oleh kelompok yang lain, serta menghindarkan munculnya pihak ketiga yang akan merugikan kepentingan mereka sendiri.

Senin, 12 April 2010

GEOPOLITIK

Dalam Geopolitik, politik dapat dianalisa berdasarkan geografi seperti perbatasan strategis (strategic-frontiers), desakan penduduk (population pressure), daerah pengaruh (sphere of influence) memengaruhi politik. Montesquieu, seorang sarjana Perancis untuk pertama kali membahas bagaimana faktor geografi memengaruhi konstelasi politik suatu negara/daerah. Geografi memengaruhi karakter dan kehidupan nasional/daerah dari rakyat dan karena itu mutlak harus diperhitungkan dalam menyusun strategi mendapat dukungan dalam rangka menggapai kemenangan. Memang ada fakta baru dapat dijadikan penyangkalan yang menunjukkan bahwa di Indonesia faktor daerah tidak merupakan faktor kunci kemenangan. Seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpasangan dengan Boediono, mereka sama-sama berasal dari Jawa Timur, tetapi berhasil mengalahkan pasangan yang mempunyai keterwakilan Indonesia bagian Timur dan Barat (baca : Yusuf Kalla dan Wiranto). Ini merupakan pengecualian, karena SBY adalah berada pada posisi incumbent dan ketika itu ekonomi di Indonesia mulai menggeliat, dan ia selalu tampil untuk kebijakan-kebijakan yang populer yang dapat menaikkan pamornya, Sedangkan untuk kebijakan-kebijakan yang non populer selalu ditampilkan Yusuf Kalla sebagai bampernya. Jadi pada saat itu SBY dipasangkan dengan siapa saja ia sudah diprediksikan akan menang karena sangat populer. Berkaitan dengan pilgub Jambi yang akan digelar pada bulan Juni 2010, menarik untuk dianalisa bagaimana pengaruh keterwakilan pasangan gubernur wilayah barat dan timur mampu memengaruhi dukungan politik/perolehan suara diperkirakan masih menentukan, mengingat di propinsi Jambi lebih banyak pemilih tradisional ketimbang rational.
Sudah dipastikan ada empat pasangan yang akan tampil dalam ajang pemilihan Gubernur Jambi 2010, yaitu Hasan Basri Agus/Fahcrori, Zulfikar Ahmad/Ami Taher, Madjid Muaz/Abdullah Hich dan Syafrial/Agus Setionegoro. Menariknya keempat calon posisi nomor satu semua berasal dari jabatan Bupati yang merupakan penguasa geografi Kabupaten. Bahkan satu pasangan dua-duanya berasal dari jabatan bupati.
HBA/Fachrori.
Dukungan politik diperkirakan berasal dari (1) kabupaten Sarolangun (90 %) karena ia berasal dari daerah tersebut dan ”dianggap” berhasil di daerahnya. (2) Kota Jambi yang merupakan barometer politik di Jambi. Disini terdapat pemilih yang terbanyak dan ciri pemilih lebih bersifat rational. Diperkirakan ia akan memperoleh 40 % dukungan pemilih kota Jambi. Hal ini disebabkan di kota Jambi HBA pernah menjabat sebagai Sekda, belum lagi jabatan beliau sebagai kepala Biro di pemda propinsi Jambi. (3) Kabupaten Kerinci diperkirakan ia akan memperoleh suara sekitar 35 %, karena gubernur Kerinci sekarang (Murasman), telah memberikan komitmen akan mendukung HBA. Tentu himbauan dari pimpinan formal mereka ada pengaruhnya. (4) Kabupaten Batanghari, diperkirakan akan memperoleh dukungan 60 %, karena di kabupaten ini sebagai Bupati sekarang juga tercatat sebagai pimpinan Golkar. Golkar termasuk partai pengusung HBA, jelas pimpinan Golkar kabupaten Batanghari akan turun gunung untuk memenangkan HBA, (5) Kabupaten Bungo diperkirakan maksimal akan memperoleh 20 % suara, 10 % berasal dari pemilih rational dan 10 % perolehan suara dari Fachrori.
Zulfikar Achmad/Ami Thaher.
(1) Kabupaten bungo diperkirakan 70 % pemilih akan mengarahkan suara kesana, mengingat ZA adalah pimpinan mereka yang dianggap berhasil membangun daerahnya terutama sebagai kota dengan penataan masa depan dan memiliki fasilitas public yang memadai ketimbangn kabupaten-kabupaten lain, kecuali kota Jambi. (2) Di Kabupaten Kerinci diperkirakan akan diperoleh 40 % suara, mengingat Ami Thaher adalah putera Kerinci sangat populer di Kerinci dan merupakan saingan ketat Murasman ketika pilbub yang lalu. (3) Di Kabupaten Merangin diperkirakan pasangan ini akan mendulang suara sekitar 30-40 %, mengingat daerah ini sangat dekat dengan Bungo sehingga pasangan ini dapat melakukan sosialisasi dan kampanye sesara lebih intens, Sedangkan di kabupaten-kabupaten laiinya pasangan ini hanya mampu memperoleh suara sekitar 5 % - 10 saja mengingat ia kurang begitu dikenal masyarakat, kecuali ia dapat meyakinkan program-program yang menyentuh langsung dengan masyarakat setempat.
Majid Muaz /Abdullah Hich
(1). Kabupaten Tebo, diperkirakan 80 % suara dapat diraihnya disini mengingat Madjid Muaz adalah Bupati dua periode di daerah ini. (2). Di Kota Jambi diperkirakan ia dapat meraih 20 % suara mengingat Madjid Muas pernah berkiprah sebagai kepala Biro Binsos di Propinsi Jambi dan Abdullah Hich pernah pula sebagai kepala Banwasda Propinsi Jamb. (3) Di Tanjab Timur diperkirakan pasangan ini akan memperoleh suara 80 %, mengingat Tanjab Timur merupakan daerah kekuasaan Abdullah Hich selaku Bupati dua periode dan berhasil sebagai pemenang ketika pileg 2009 yang menempatkan 50% kadernya di DPRD Tanjab Timur. (4) Tanjab Barat diperkirakan pasangan ini akan meraup suara sebesar 30 %, mengingat figure Majid Muaz sebagai pendakwah dan diperkirakan primordial yang termasuk santri Bugis dan Banjar akan mendukung beliau disana. Pertimbangan lain adalah daerah tersebut sangat dekat dengan Tanjab Timur, (5) Kabupaten Muara Jambi, diperkirakan 40 % suara dapat diambil disini, mengingat Majid Muaz adalah pemimpin yang mewakili Islam santri dan peranan Burhanuddin Mahir sebagai Bupati serta kader PAN sangat menentukan. (5) Di Kabupaten Bungo diperkirakan Hich akan memperoleh suara 15 %, mengingat keberadaan hotel One disana yang notabene milik orang tua Abdulllah Hich.
Syafrial/ Agus Setionegoro.
Di Tanjab Barat diperkirakan Syafrial akan memperoleh suara 50% mengingat ia adalah Bupati dua periode disana. Di daerah lainnya mminimal 15-20 % suara akan diperolehnya mengingat wakilnya adalah representatif orang Jawa. Khusus di daerah-daerah transmigrasi ia diperkirakan akan memperoleh 50 % suara, mengingat peran Agus Setionegoro yang dapat menggiring transmigran Jawa untuk memilih beliau.
Prediksi ini dapat saja salah karena analisa politik secara ilmiah sulit untuk dipastikan, apalagi jika ada kandidat yang melakukan black campaign dan serangan fajar dengan menggunakan money politik. Namun penulis punya keyakinan yang kuat, bahwa kandidat akan memenangkan pilgub Jambi 2010 adalah pilihan terbaik masyarakat Jambi.

MENYAJIKAN KAMPANYE BEDA

Kandidat Walikota dan Walikota di Jambi belakangan ini sedang berupaya mencari simpati masyarakat agar mereka dapat terpilih dalam Pilkada yang beberapa bulan lagi akan digelar. Ada calon Wako dan Wawako yang kehilangan akal, sehingga menyajikan bentuk-bentuk kampanye yang tidak mencerdaskan dan terkesan ikut-ikut, bahkan terkesan sedikit memberi tekanan. Jika kandidat ini menang tentu mencerminkan pencitraan kualitas demokrasi yang rendahan. Beberapa fakta beriktu menunjukkan (1) Apabila salah satu kandidat menggunakan media dangdut, maka kandidat lain ikut-ikutan mengadakan pendekatan dengan cara berdangdut ria bersama rakyat. (2) Jika ada kandidat mengadakan kunjungan ke mesjid sekaligus memberi sumbangan, maka calon yang lain juga ikut-ikutan demikian. (3) Jika ada kandidat melakukan gotong royong, maka kandidat yang lain tidak mau kalah melakukan kegiatan gotong royong. Kalau gotong dilakukan seperti membersihkan lingkungan, masih dianggap mendidik, karena mengajarkan masyarakat untuk membiasakan hidup dalam lingkungan yang bersih. Tapi kalau gotong royong melakukan pengecoran jalan ini masih diragukan kekuatan jalan yang dibuat, karena tidak dilakukan oleh orang profesional. (4) Apabila kandidat menggunakan vote getter yaitu mendatangkan tokoh-tokoh politik yang punya reputasi sebagai juru bicara, maka kandidat lain berupaya pula mendatangkan tokoh-tokoh politik yang sebagai juru kampanye. Padahal secara logika masyarakat bukan mau melihat kemampuan tokoh yang telah punya reputasi ini untuk berorasi, tetapi ingin melihat kemampuan kanditat berkomunikasi dan mengemukakan program-programnya jika ia terpilih. (5) Ada juga kandidat yang memberi penguatan dengan melalui visi dan program-program unggulan jika terpilih, misal akan menggratiskan pendidikan dan menggratiskan biaya pengobatan rumah sakit. Kita sudah bisa bayangkan jikapun ia menang, maka untuk merealisirkan terpaksa ala kadarnya, akibatnya kualitas program akan menimbulkan masalah. Bayangkan saja kalau semua digratiskan, tentu besar sekali subsidi yang diberikan untuk aspek-aspek tersebut. Dengan demikian aspek pembangunan idologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan bisa terabaikan karena tidak dapat membuat perimbangan secara proporsioanl. Ada juga yang berniat kurang baik dan tidak bermoral dengan dalih itukan hanya janji, masalah realisasi tergantung kondisi. (6) Ada juga yang menjanjikan hanya untuk segelintir kelompok/ kliknya.Ini dapat melukai hati rakyat kecil. Misalnya akan memberikan tunjangan daerah bagi PNS, dengan demikian aspirasi orang-orang yang seharusnya lebih urgent dan krusial serta mendapat perhatian utama tidak terakomodir secara baik.
Itu semua cerminan bahwa kualitas kampanye yang disajikan tidak mencerdaskan dan tidak memberikan solusi terhadap problematika yang dihadapi masyarakat. Mari belajar dari Barrack Obama berhasil menjadi kandidat partai Demokrat di Amerika Sarikat dengan mengalahkan saingan terberatnya Hilary Clinton, ia meyakinkan masyarakat dengan kemampuan komunikasinya dan dan program-programnya yang meyakinkan. Dapat pula belajar dari kemenangan Dede Yusuf sebagai Wakil Walikota dan pasangan Walikotanya pada pemilihan di Jawa Barat. Mereka mampu mengalah incumbent dan calon yang berasal militer. Berdasarkan data yang diperoleh ternyata pemilih kebanyakan berasal dari kalangan pengangguran. Artinya para penganggur minta diperhatikan agar mereka memperoleh pekerjaan.
Kampanye yang berorientasi Solusi.
Penulis menyarankan agar kampanye yang cerdas dan mempunyai nilai beda dengan program kandidat lain, maka berorientasilah terhadap solusi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Jika ini dapat diterapkan, maka fungsi artikulasi kepentingan dan agregasi kepentingan dapat diwujudkan oleh para kandidat. Jika solusi yang disajikan oleh satu kandidat mempunyai titik kelemahan, maka kandidat lain dapat menyempurnakan atau membuat tandingan solusi (yang tidak seharusnya sama terhadap solusi yang telah ditawarkan). Teknisnya adalah lakukan terlebih dahulu pendataan, apa yang diperlukan masyarakat kemudian cari solusinya bukan hanya dapat waktu sesaat, kalau perlu jangka menengah dan panjang.
Misalnya solusi mengatasi pengangguran yaitu menciptakan lapangan kerja degan memberikan pelatihan terlebih dahulu kepada para pengangguran , kemudian ditindak lanjuti dengan memberikan pekerjaan. Jadi buatlah program-program yang betul-betul-betul rasional/berdasarkan kebutuhan dan tidak muluk-muluk serta sulit penggapaiannya. Jika ini dilakukan, maka program beda yang ditawarkan partai akan mendapat tempat dihati masyarakat.
Beberapa Penawaran Lain dalam program Kampanye.
Untuk menyajikan program beda, maka terlebih dahulu para tim sukses harus dapat menangkap isu-isu krusial yang menjadi kebutuhan masyarakat Jambi. Beberapa Isu Lain yang perlu diperhatikan masyarakat Jambi sebagai berikut:
Pertama, menyikapi persoalan kelangkaan minyak dan global warming. Apa program-program kandidat jika menang nanti dalam mengatasi persoalan antri panjang setiap pembelian minyak, langkah-langkah efisiensi bagaimana yang perlu dilakukan sehingga masyarakat dalam melakukan penghematan dalam penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Demikian juga persoalan global warming, bagaimana menyadarkan masyarakat agar selalu melakukan kegiatan yang berorientasi terhadap keseimbangan lingkungan. Contoh sederhana menanam perpohonan di pekarangan dan tidak seluruh lapangan yang ada disemen atau di conblok, mencari solusi agar masyarakat mengurangi penggunaan plastik/pembakaran plasitik, ban, atau mengurangi menggunakan freon dan sebagainya.
Kedua, menjembatani ketimpangan antara ekonomi tradisional dengan ekonomi modern. Bagaimana ekonomi tradisional dapat eksis, bersaing dan semakin maju dengan menggunakan konsep-konsep modern. Misal memberikan fasilitas modal berupa uang bagi pelaku ekonomi tradisional yang potensial dengan bunga yang kecil atau dengan sewa yang relatif murah, sehingga usaha mereka dapat semakin berkembang dan tidak tergilas oleh usaha-usaha ekonomi modern yang lebih cenderung kepada modal intensif. Dapat pula dengan cara penerapan pola bapak angkat, dengan menggerakkan pengusaha yang berhasil untuk membina pengusaha-pengusaha kecil yang kurang modal atau menampung hasil-hasil pengusaha kecil kemudian memberikan sentuhan finishing yang punya standar jual.
Ketiga.Pemerataan kesempatan Menjadi PNS. Kandidat perlu menawarkan program memberikan kesempatan yang sama menjadi PNS, terutama putera daerah yang berhasil menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi ternama di luar Jambi. Hilangkan perlakuan yang sama mengenai persyaratan Indeks Prestasi bagi tamatan-tamatan dari luar. Tentu saja IPK mereka yang notabene tamatan UI, ITB, UGM, IPB UNDIP dan lain sebagainya tidak dapat disamakan dengan mereka yang bersasal dari tamatan lokal. Banding tamatan Universitas Negeri dan Swasta di Jambi dengan IPK 3, apakah sama kualitasnya dengan IPK 3 lulusan universitas ternama di luar daerah. IPK tamatan perguruan Tinggi luar yang ternama dengan IPK 2,5 saja belum tentu dapat diimbangan dengan IPK 2,75 tamatan lokal. Mereka tamatan dari luar jika diterima jadi PNS di propinsi dapat dimanfaatkan sebagai agent perubahan, karena ia mampu mengadopsi pengalaman di daerah lain untuk diterapkan di Jambi
Keempat. Pemerintahan kota perlu memperhatikan persoalan peningkatan mutu Pendidikan yang berkualitas di kota Jambi mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, terutama sekolah-sekolah yang berada di daerah marginal (perbatasan kota dan desa) yang sering kurang mendapat perhatian.
Kelima. Pemerintahan kota perlu pula mencari solusi bagaimana sekolah-sekolah Agama (Tsanawiyah, Aliyah) meningkat persentase kelulusannya dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Apakah materi ujian untuk sekolah umum perlu dipisahkan dengan sekolah-sekolah agama. Dengan demikian disparitas kelulusan antara sekolah agama dan umum dapat dieliminir dan dihilangkan sama sekali. Demikian dulu issue-issue yang perlu dipertimbangkan kandidat dalam debat terbuka. Dan diharapkan isu pancingan ini makin berkembang untuk dapat mencari isu-isu lain yang dianggap krusial.
-----------------------------
Penulis, dosen PNSD dipekerjakan di Kopertis Wil. X (Sumbar, Riau, Jambi dan Kepri).

MENGGAGAS INTERNATIONAL CLASS PADA PERGURUAN TINGGI

Penulis betul-betul tersentak ketika membaca situs internet yang disajikan oleh salah satu website Singapura. Dalam benak pikiran langsung muncul premis bahwa makin terpuruk kepercayaan dunia Internasional terhadap aplikasi standar kelulusan Perguruan Tinggi di Indonesia dalam pemanfaatan lulusan. Ini betul-betul warning jika lulusan ingin berkiprah di dunia internasional atau bersaing dalam dunia global mencari lapangan pekerjaan. Bagaimana tidak mengkhawatirkan dari data yang dikeluarkan oleh Foreign Universities in MOM’s List For EP Application, yaitu suatu lembaga Internasional Singapura yang mengeluarkan data perguruan yang lulusannya dapat digunakan oleh stakeholder yang bertaraf internasional. Dari data yang ada ternyata tidak ada satupun nama Perguruan Tinggi Indonesia (jumlahnya lebih kurang 2600) Perguruan Tinggi tercantum dalam list tersebut. Bahkan yang menyedihkan dari data yang disajikan tersebut dalam lingkungan Asia Tenggara hanya Brunei Darussalam dan Indonesia saja yang tidak tercantum. Kalau Brunei Darussalam masih dapat dimaklumi, karena ia adalah negara termuda merdekanya dalam lingkungan Asia Tenggara. Sedangkan Indonesia sudah 63 tahun merdeka. Untuk lebih lengkapnya dapat disajikan data Foreign Universities in MOM’s List For EP Application sebagai berikut : Philipphine Univeristies (139), Indian Universities (107), Malaysian Universities (68), Thai Universities (27), Viantnam Universities (7) dan Myanmar Universities (4).
Apakah data yang disajikan ini ada unsur politisnya? penulis kira tidak, karena hubungan Indonesia dan Singapura masih terjalin secara harmonis.
Lantas benarkah di Indonesia tidak ada perguruan tinggi yang menyelenggarakan kelas Internasional ? Sebenarnya ada hanya saja tidak semua program studi yang ada di perguruan tinggi tersebut menggunkan bahasa internasional tersebut. Kebanyakan perguruan tinggi baru secara partial yang menyelenggarakan kelas internasional. Seperti di Universitas Bina Nusantara (Binus), baru ada satu program studi yang menyelenggarakan kelas internasional tersebut. Demikian juga Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta dan Universitas Andalas (Unand) Padang baru program Akuntansi yang menyelenggarkan kelas bahasa Inggris.
Dugaan Penyebab
Untuk mencari penyebab mengapa tamatan perguruan Tinggi di Indonesia tidak diperhitungkan dengan dugaan : (1) Bahasa pengantar yang digunakan kan perguruan tinggi yang termasuk standar internasional adalah Bahasa Inggris dan berdasarkan pelacakan penulis lebih lanjut terhadap perguruan tingggi yang tercantum dalam list tersebut ternyata semuanya meggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. (2) Mayoritas silabi banyak bersifat teoritis ketimbang praktek. (3) Kekhawatiran mental korup bangsa Indonesia. Bagaimana tidak mulai lembaga legislatif, eksekutif hingga Yudikatif sudah terkena virus ”korupsi”. Terakhir Urip Tri Gunawan (Jaksa Agung), yang lebih dikenal sebagai pemburu kasus BLBI, malah ia sendiri terjebak korupsi ketika ketangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), (4) Perguruan Tinggi semakin obral kelulusan sarjana hingga Pasca Sarjana.
Menggagas International Class.
Dari penyebab tersebut maka sudah saaatnya Indonesia memiliki perguruan yang bertaraf internasional. Langkah-langkah yang ditempuh harus secara terintegrated : (1) Mempersiapkan tamatan SMA yang mempunyai kemampuan bahasa Inggris, (2) Dosen pengasuh mata kuliah diwajibkan mampu berbahasa inggris aktif, (3) Dapat pula mencangkok dosen-dosen bahasa inggris untuk mendalami mata kuliah tertentu, (4) Menyediakan fasilitas semaksimal mungkin, sehingga mahasiswa tidak hanya mendapat teori kering saja. Oleh sebab itu perlu kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta, Jadi Tri Patriade benar-benar dapat dijalankan, yaitu Perguruan Tinggi, Pemerintah dan Pengusaha. (5)Perguruan Tinggi menyelenggarakan program studi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dan pemerintah menyediakan fasilitas praktek dan infrastruktur lainnya. (6) Swasta juga berperan aktif dalam memberikan bantuan beasiswa kepada Mahasiswa dengan semacam ikatan, misal kontrak kerja selama 2 tahun. Seperti yang dilakukan oleh Universitas Selangor Malaysia dengan perusahan Carlton dan Pemerintah. Perusahaan inilah yang mengadakan link dengan perusahaan internasional dalam rangka menyalurkan tamatan yang berstandar internasional tersebut. (7) Memberikan mata kuliah yang berkaitan etika profesi, dengan demikian mental korup dirubah menjadi mental yang berbudaya tinggi. (8). Perguruan tinggi diharapkan dapat memproses mahasiswa dengan penilaian yang ketat, dengan kata lain tidak terjadi lagi obral nilai. (9) Diharapkan seluruh program studi yang ada pada perguruan tinggi yang bertaraf internasional ini dapat menggunakan bahasa inggris. Sudah dikemukakan diatas sebagai salah satu kriteria Perguruan tinggi internasional adalah seluruh program studi yang ada menggunakan bahasa pengantar internasional. (10) Pemerintah Daerah untuk jangka menengah perlu merancang Perguruan Tinggi yang bertaraf internasional ini, agar nama daerah dikenal juga dikenal di dunia Internasional, seperti negeri Malaka, Selangor, Kedah sudah mulai dikenal internasional karena disana terdapat kelas internasional. (11) Mahasiswa yang kuliah jangan bersifat satu kebudayaan tetapi harus berasal dari silang kebudayaan (cross culture), supaya nuansa Inaternasional lebih dirasakan. Sepertti perguruan tinggi di Malaysia mahasiswanya bukan hanya direkrut dari Malaysia, tetapi juga dari asia lainnya (Indonesia, Brunei, Thailand, Birma, India, Viatnam, dll). Untuk pemikat bea siswa untuk mahasiswa yang berasal dari luar Malaysia lebih besar nilai nominalnya ketimbang mahasiswa lokal (daerah).

LEBIH BAIK HAJI MANDIRI

Kanwil Departemen Agama Prop. Jambi telah mengumumkan secara resmi bahwa untuk musim haji tahun ini, khususnya bagi calon jemaah yang telah memantapkan niat untuk menunaikan ibadah haji diwajibkan melakukan penyetoran ONH paling lambat tanggal 5 Juli 2007. Biasanya setelah menyelesaikan penyetoran haji, calon jamaah menghadapi penentuan keputusan apakah mengikuti Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) atau dengan percaya diri memilih Haji Mandiri. Jika anda memutuskan akan mengikuti KBIH jangan buru-buru menentukan pilihan, nanti anda salah pilih, karena banyak sekali KBIH yang terdapat di daerah Jambi baik yang lama atau baru. KBIH yang telah tinggi jam terbangnya juga bukan jaminan anda akan dibimbing secara baik dan diperhatikan jika anda berada di Mekkah atau di Madinah. Sebaiknya pilih-pilih KBIH yang punya tanggung jawab yang tinggi terhadap jamaahnya, punya integritas dan kredibel. Lantas siapa yang dapat anda jadikan referensi untuk menentukan KBIH yang kredibel ini. Tentu anda harus banyak bertanya kepada jamaah-jamah haji yang pernah menggunakan jasa KBIH. Jika informasi memang banyak positifnya dari KBIH yang bersangkutan dan anda memang kurang percaya diri melaksanakan haji mandiri, maka sebaiknya ikuti KBIH. Sebaliknya jika anda punya rasa percaya diri yang tinggi dan punya keinginan yang kuat dan sungguh-sungguh untuk belajar, why not? Tinggal kemauan anda, buku-buku pedoman ibadah haji lengkap dan gratis dari Depag, manasik dari pemerintah di fasilitasi dan jika belum cukup dapat pula mengikuti acara rutin di TVRI setiap hari sabtu jam 5.00 WIB (saat kini telah ditayangkan) dan Indosiar setiap hari Rabu jam 5.00 WIB (biasanya dua bulan sebelum keberangkatan).

Persepsi Yang Salah Tentang Haji Mandiri.
Orang awam (yang belum berpengalaman naik haji) umumnya beranggapan salah terhadap haji mandiri, mereka beranggapan haji mandiri itu tidak diperhatikan. Mungkin pada masa sebelum masa reformasi haji demikian? Tapi sejak reformasi haji yang dipimpin oleh Menteri agama M.Mahtuh Basyuni, perhatian lebih itu semakin dinampakkan. Mari kita perhatikan satu persatu. Pertama. Pimpinan kloter yang membawahi rombongan besar satu pesawat (350-400 orang) diseleksi secara ketat dan isyaratkan: (1) energik, (2) relative muda, (3) telah pernah menunaikan ibadah haji, (4) mampu berbahasa Arab secara lisan, (5) punya jiwa pengabdian dan kepedulian yang tinggi (6) tidak dibolehkan membawa istri, (7) Punya jiwa leadership. Diharapkan ia benar-benar bertanggung jawab terhadap jamaahnya tanpa memperhatikan apakah jamaah tersebut haji mandiri atau mengikuti KBIH dan mendahulukan kepentingan pelayanan jamaah dari pada kepentingannya sendiri atau keluarganya.
Kedua. Supaya jamaah mendapat pelayanan dan bimbingan yang lebih intensif dalam beribadah dalam pengorganisasiannya kloter dibagi lagi menjadi 9-10 rombongan yang masing-masing dipimpin oleh seorang Ketua Rombongan (Karom). Karom disyaratkan sebagai berikut : (1) Energik, (2) relative muda, (3) telah pernah menunaikan ibadah haji, (4) Mampu berbahasa Arab dan atau Inggris secara lisan. Tugas pokok ketua rombongan adalah membantu pelaksanaan ketua Kloter/TPHI yang menyertai calon/jamah haji di bidang pelayanan umum dan ibadah. Fungsi Karom adalah (1) Meneruskan informasi/pengumuman atau petunjuk-petunjuk dari ketua Kloter, (2) Mengatur dan menjaga anggota rombongannya agar tetap utuh, aman dan tertib serta dapat mencapai kemabruran dalam melaksanakan ibadah haji, (3) Menyelesaikan dan melaporkan permasalahan-permasalahan kepada ketua Kloter. Selanjutnya dalam satu rombongan dibagi lagi dalam 4 regu yang masing-masing dipimpin oleh Ketua Regu (Karu). Satu regu terdiri dari 10- 11 orang. Ketua regu dipilih oleh anggotanya secara demokratis.dan Tugas ketua regu adalah membantu pelaksanaan Karom. Petugas ini menyertai jamaah (petugas kloter) yang bertugas di bidang pelayanan umum, ibadah dan kesehatan. Sedangkan fungsi Ketua regu adalah : (1) Meneruskan informasi/pengumuman/petunjuk dari Karom dan Ketua Kloter, (2) Mengatur, membantu dan menjaga anggota regunya agar tetap utuh, aman, tertib dan lancar baik selama dalam perjalanan maupun dalam melaksanakan ibadah haji, (3). Menyelesaikan atau melaporkan permasalahan pada ketua rombongan. Untuk diketahui pula bahwa Ketua Regu, Ketua Rombongan dan ketua Kloter dan wakil ketua kloter mendapat incentive dari pemerintah. Khusus ketua Kloter dan wakil ketua kloter mendapat fasilitas lebih yaitu dibiayai keberangkatan hajinya. Demikian juga dengan tenaga medis yang akan bertugas di maktab dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah.
Ketiga, haji mandiri juga mendapat bimbingan Manasik dari pemerintah. Mulai tahun 2006 frekuensi bimbingan manasik ditingkatkan menjadi 14 kali pertemuan. Langkah-langkah itu bertujuan agar jamaah tidak saja memahami manasik, tetapi juga mematuhi ketentuan yang diberlakukan pemerintah RI serta Arab Saudi. Bahkan bimbingan manasik juga diberikan pemerintah kepada Haji Mandiri yang dapat diikuti baik di tingkat kota/kabupaten sampai penyelenggaraan manasik di tingkat kecamatan. Keempat. Haji mandiri dibekali pula dengan 4 buku pedoman dari pemerintah yang dapat dipelajari sendiri yaitu :(1) Buku Bimbingan Manasik, (2) Hikmah Ibadah Haji, (3) Panduan Berhaji Sehat, dan (4) Tuntunan Keselamatan, Doa dan Dzikir Ibadah Haji.
Dari tugas dan fungsi-fungsi ketua Kloter, ketua rombongan dan ketua regu menunjukkan bahwa kalaupun pengurus KBIH ikut ke Mekkah dan Madinah tidak ada tugas dan fungsi serta tidak perlu ikut campur dalam pengurusan jamaah haji seperti yang dikemukakan secara tegas Menteri Agama (M. Mahtuh Basyuni) bahwa tugas KBIH cuma di Indonesia untuk memberikan bimbingan ibadah, jadi tak boleh ngatur-ngatur sampai di tanah suci, apalagi sampai berani memberikan informasi yang bertentangan dengan Ketua Kloter. Ada oknum KBIH ketika musim haji yang lalu berani mengatakan bahwa tidak apa-apa membawa tas yang bukan standar dari Depag. Akibatnya ribuan jamah tasnya di sweping petugas dan ditahan di bandara King Abdul Aziz dan adapula yang ditahan di bandara Madinah hingga sekarang tidak kembali, padahal dari Kloter sudah mengumumkan harus pakai tas standar. Sampai di Indonesia oknum KBIH itu tidak mau bertanggung jawab akibat ngomong sembarangan tersebut. Ketika diminta pertanggungjawabannya, justifikasi yang dilakukannya adalah mengenai barang adalah tanggung jawab Depag, KBIH hanya membantu membimbing ibadah. Ada pula oknum KBIH yang mencoba melakukan tebar pesona, misal jika minim fasilitas yang diperoleh Jamaah Haji dari pemerintah Arab Saudi mereka mengatakan pemerintah tidak becus. Tetapi bila calon jamaah haji dapat fasilitas bagus dia katakan, itu merupakan hasil lobby mereka (KBIH). Tujuannya sudah jelas ditebak agar getok tular berlanjut kepada keluarga-keluarga haji yang lain, sehingga tahun depan KBIH-nya akan selalu dipenuhi oleh calon jamaah.

Beberapa Keuntungan Haji Mandiri.
Pertama. Tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk manasik haji yang ditarik bervariasi antara Rp. 1.000.000 hinga Rp. 1.500.000. Sebenarnya di dalam penyetoran uang haji tersebut sudah inklusif pos untuk kegiatan manasik haji. Jadi kalau mengikuti manasik dengan KBIH berarti kita membayar biaya manasik jadi dua kali lipat.
Kedua. Tidak perlu mengeluarkan biaya sablon untuk diberikan identitas KBIH.
Ketiga. Haji mandiri hanya mengeluarkan biaya yang semuanya standar pemerinta, manfaat lebih lanjut kita akan terhindar dari dosa suzoon. Ada tiga kecurigaan jamaah yang menggunakan jasa KBIH di Mekkah dan Madinah yang kemungkinan dapat saja terjadi penyelewengan oleh KBIH : (1) Penetapan biaya dam, (2) Upah lempar jumroh, (3) Badal Haji.
Keempat, secara psikis haji mandiri lebih serius dan lebih hati-hati, sehingga ia betul-betul telah siap mental jika sampai terpisah dengan rombongan. Karena sesuatu yang tidak diinginkan mungkin saja terjadi. Di lapangan, pembimbing haji pada kenyataannya tidak selalu bisa jadi andalan. Banyak kegiatan akhirnya dilakukan secara mandiri oleh jamaah haji. Dengan kata lain kita tidak terlalu tergantung dengan pembimbing. Ada benarnya juga motto yang ditampilkan Depag ketika Manasik haji di kota Jambi tahun lalu “Kemandirian Menuju Haji Mabrur” Namun ke depan penulis mengharapkan motto tersebut dapat lebih disempurnakan lagi menjadi “Kemandirian dan Kepedulian Menuju Haji Mabrur” Alasannya adalah jika hanya kemandirian dikuatirkan sikap mementingkan keeselamatan diri sendiri akan lebih menonjol (egosime) tanpa peduli dan berkeinginan membantu orang yang memerlukan bantuan di sekitar kita. Kalau prinsip ini dilaksanakan, pahala kita akan berlipat-lipat jadinya. Insya Allah.

KRUSIALKAH SEKOLAH INTERNASIONAL?

Melalui media opini ini penulis ingin sharing idea kepada rekan-rekan yang akan melaksanakan Dialog Publik tentang Quo Vadis Sekolah Bertaraf Internasional yang akan diselenggarakan Sabtu 12 April 2008 di Graha Pena Jambi Ekspres. Berdasarkan latar belakang penyelenggaraan seminar adalah untuk menyikapi agenda Dinas Pendidikan Propinsi dan Kota Jambi, dengan melakukan penunjukan sekolah tertentu dan pengiriman guru untuk mengikuti pelatihan di Selandia Baru. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap penganggaran dana tersebut pada APBD Propinsi Jambi, padahal masih banyak lagi program lain yang perlu diperjuangkan diperioritaskan dilihat dari urgensinya, misalnya pemerataan pendidikan untuk daerah-daerah marginal, penyediaan fasilitas-fasilitas pendidikan berstandar mutu, pemberian bantuan gizi kepada anak-anak sekolah sehingga siswa betul-betul concern belajar dan mampu belajar dalam waktu yang lebih lama alias tidak ngantukkan. Coba sekali-sekali penentu kebijakan sekolah pergi ke daerah-daerah marginal di pelosok-pelosok desa masih ditemukan ada sekolah yang berpenampilan ala kadarnya dengan keterbatasan guru dan fasilitas yang ada. Bukankah dalam Pasal 31 UUD 1945 dikemukakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak? Bukankah sekolah favorite lebih sedikit ketimbang sekolah tidak favorite? Disamping itu manfaatnya masih dipertanyakan ditinjau dari efisiensi dimana masih banyak warga negara ini yang tidak mendapat pendidikan yang layak? Jika sekolah internasional dianggap begitu mendesak, tidakkah menimbulkan kesejangan yang semakin terjal yang diciptakan antara sekolah favorite dengan tidak favorite? Disamping itu perlu pula dipersoakan tentang keberlanjutan program ini.
Tidak Gampang Bertaraf Internasional
Untuk menyelenggarakan sekolah bertaraf internasional tidak cukup kita mempersiapkan fasilitas bertaraf internasional (misal performance sekolah), mengirim guru-guru ke tingkat ke luar negeri. Apakah dengan mengirim guru ke luar negeri dapat merubah perilaku guru menjadi bertaraf internasio nal. Sebelum dikirim tentunya diseleksi tentang bagaimana pandangan guru tersebut terhadap tantangan globalisasi. Jangan setelah pendidikan diluar negeri kembali ke Indonesia, mentalitasnya kembali ke mentalitas ke daerahan (primordial). Perlu juga diperhitungkan biaya magang ke luar negeri. Jangan seperti katak dalam tempurung, siswa di kelas diwajibkan menggunakan bahasa internasional, tetapi siswa sendiri tidak pernah merasakan nuansa luar negeri. Misal bagaimana menggunakan paspor, apa itu paspor pendidikan, bagaimana naik pesawat bertaraf internasional, bukan seperti air asia dan kawan-kawan sekelas hanya orang-orang berasal dari Indonesia (syukur-syukur dari seluruh Indonesia, takutnya hanya berasal dari Jambi tokh). Idealnya siswa berasal dari berbagai bangsa yang ada di dunia, sehingga nuansa internasional benar-benar dirasakan.
Mempertanyakan Manfaat Sekolah Internasional.
Jika benar sekolah internasional ini telah diagendakan dan telah mulai actionnya, ada semacam kekhawatiran penulis terhadap azas manfaat bagi daerah Jambi : (1) Apakah ada keberlanjutan terhadap penggunaan siswa bersangkutan untuk pembangunan daerah Jambi? (2) Apakah ia akan dipekerjakan sebagai PNS ? Misal di dinas Pariwisata atau Dinas-Dinas yang bersentuhan dengan kegiatan luar negeri? Jika sekolah Internasional ini diarahkan kepada dua point diatas, penulis setuju. Tetapi kalau tidak ada kesinambungannya seperti SMA titian teras, maka penulis tidak sependapat pengadaan sekolah inteternasional. Satu lagi ketakutan penulis adalah penyelenggara hanya mampu menyelenggarakan kelas berbahasa internasional, bukan kelas yang bernuansa internasional).
Lebih Baik Prepare Perguruan Tinggi Internasional.
Kita perlu melihat cara-cara yang dilakukan pemerintahan Malaysia dalam mempromosikan daerahnya yaitu dengan memperbanyak perguruan tinggi dengan standar kelas internasional (baca: bukan hanya bahasa Internasional). Inilah mengakibatkan negara ini menjadi negara ASIA yang tearcatat 68 perguruan tingginya berstandar internasional dus dapat diaplikasi di tingkat Internasional. Ranking teratas ditingakat ASIA adalalah Philipina (tercatat 139 Perguruan Tinggi), India (107 Perguruan Tinggi). Jangan kita berpandangan picik seperti Menteri Kesehatan (Dr. Siti Fadilah) yang mengecam Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang menerima 30 % mahasiswa kedokteran berasal dari luar negeri. Ia berpandangan nasionalis, dikatakannya seharusnya program fakultas kedokteran yang mendapat subsidi pemerintah tersebut harus diprioritaskan untuk orang Indonesial. Akibat bangsa ini masih berwawasan nasional, maka tidak satupun Perguruan Tinggi di Indonesia yang masuk dalam daftar perguruan teraplikasi di tingkat Internasional menurut versi Foreign Universities in MOM’s List For Employe Application. Baru-baru ini Pejabat Promosi Pendidiakan Kedutaan Besar Malaysia (Darsham Daud), ketika Pameran Promosi Pendidikan Higher Education Exebition 2008 di Novotel Jambi dan Hotel Bumi Minang Padang mengatakan Pemerintah Malaysia saat ini gencar mempromosikan pendidikan di negaranya kepada pelajar dan calon mahasiswa internasional khususnya dari Indonesia. Katanya kami ingin menjadi pusat kecemerlangan pendidikan di tingkat Asia. Saat ini lebih 67.000 pelajar dan mahasiswa dari 150 negara belajar baik negeri maupun swasta di Malaysia. Sebanyak 13.000 diantaranya adalah pelajar dan mahasiswa asal Indonesia. Dari berbagai berbagai program studi yang ditawarkan, program studi bisnis menempati posisi yang paling banyak diminati, setelah itu disusul dengan teknologi informasi dan Desain Grafis. Menurut Dharsam Daud lebih lanjut, saat ini tidak kurang 4.500 orang Malaysia yang belajar di Indonesia, kebanyakan mendalami ilmu kedokteran, farmasi dan kedokteran gigi. Pertanyaannya sekarang mengapa Indonesia tidak masuk dalam List for Employee Aplication? Disinyalir sedikitnya keragaman bangsa yang kuliah di kelas bahasa internasional dan mungkin juga karena hilang kredibilitas bangsa ini yang lebih dikenal sebagai bangsa yang banyak melakukan korupsi. Di beberapa perguruan Tinggi ternama di Indonesia hanya secara partial melaksanakan kelas berbahasa Inggris (belum kelas internasional sebenarnya), seperti Prgogram studi Akuntansi Universitas Andalas Padang, salah satu program studi di Universitas Bina Nusantara dan Univeristas Pelita Harapan. Program kelas internasional ini memang diperlukan, tapi jangan jadi prioritas selagi pemerataan pendidikan belum dapat diaplikasikan.

Minggu, 11 April 2010

HIBAH TIDAK PERLU BERSAING

Dunia pendidikan di Indonesia khususnya Departemen Pendidikan Nasional menyediakan dana bantuan yang diperuntukkan bagi Perguruan Tinggi dengan nama program “hibah bersaing”. Program bantuan ini bertujuan uintuk membantu Perguruan Tinggi berkreasi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Bagi Perguruan yang lolos seleksi proposal dan berani menyediakan dana pancingan 200 juta maka akan diberi dana bantuan yang jumlahnya sangat menggiurkan yaitu dua milyar rupiah. Perguruan Tinggi yang bernasib baik seperti mendapatkan durian runtuh adanya. Hibah tersebut diperebutkan oleh seluruh Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta yang notabene hampir berjumlah 2000 (dua ribu) Perguruan Tinggi ada di Indonesia.

Prosedur Mendapatkannnya.
Perguruan Tinggi tidak secara otomatis mendapatkan hibah bersaing tersebut, tetapi melalui persaingan yang sangat ketat. Dimulai dengan pengajuan proposal yang harus memenuhi persyaratan/standar yang ditetapkan (sampul, bentuk huruf, jenis kertas, cara pembuatan table, ukuran kertas, mencantumkan nomor website, dan sebagainya). Pokoknya harus memenuhi Term Of Reference (TOR) yang telah dibuat Dikti (Dirjen Pendidikan Tinggi). Untuk mendapatkan TOR perlu mengakses internet via website Dikti. Jika proposal yang dibuat Perguruan Tinggi sudah dapat memenuhi kriteria TOR silakan untuk mengajukan ke Dikti. Jika belum memenuhi standar sebaiknya jangan mengirimkan, karena buang-buang energi saja. Jika standar sudah dipenuhi kemudian dikirim. Pengiriman sebaiknya diantar langsung, supaya dapat bukti bahwa Perguruan Tinggi bersangkutan ikut kompetisi hibah bersaing. Dan harus pula diperhatikan waktu pengiriman proposal tidak boleh melewati batas waktu yang telah ditetapkan. Selanjutnya menunggu pengumuman dari Dikti untuk mengetahui Perguruan Tinggi mana saja yang boleh mengikuti prosedur selanjutnya. Perguruan yang diumumkan akan mendapatkan undangan khusus dari Dikti dalam rangka perbaikan proposal. Jika revisi proposal telah memenuhi persyaratan akan diumumkan untuk kedua kalinya Perguruan Tinggi mana saja yang tidak tereliminasi. Jika Perguruan tersebut
--------------------------
Penulis adalah Dosen PNSD Kopertis Wilayah X, alumni Strata satu Fisipol UNS Surakarta dan S2 Universitas Andalas Padang.

bernasib baik tidak tereliminasi, maka tinggal selangkah lagi ia mendapatkan kucuran dana 2 milyar rupiah. Tapi nanti dulu apakah Perguruan Tinggi tersebut punya dana 200 juta rupiah yang wajib ditinggalkan di Dikti sebagai dana pancingan? Belum lagi bayar uang lobi bagi pihak-pihak yang terkait. Bayangkan begitu ketatnya birokrasi yang dibangun Dikti. Perlu kegigihan untuk meraihnya.

Sisi Negatif Hibah Bersaing.
Dari persyaratan diatas, penulis melihat beberapa sisi negative program hibah bersaing ini.
Pertama. Informasi tidak langsung dikirim ke Perguruan Tinggi, terkesan Dikti tidak mau direpotkan untuk mengoreksi 2000 proposal (jika semua Perguruan Tinggi mengirimkannya). Oleh karena itulah Dikti menginformasikan via internet. Bagi Perguruan Tinggi yang malas/jarang membuka website Dikti, maka secara otomatis ia tidak tahu ada informasi hibah bersaing tersebut. Memang mahal harga suatu informasi.
Kedua. Perguruan Tinggi besar lebih berpeluang mendapatkan dana hibah bersaing. Bagaimana tidak dana 200 juta yang harus ditinggalkan untuk dana pancingan tidak berat dirasakan ketimbang Perguruan Tingi kecil (Perguruan Tinggi Gurem). Bagi Perguruan Tinggi yang hanya mempunyai mahasiswa lebih kecil dari seratus, prasyarat harus meninggalkan dana 200 juta rupiah adalah sesuatu yang muskil dapat disediakan, untuk memenuhi pengeluaran rutin/bulan saja mereka sudah sulit.
Ketiga. Akibat hibah bersaing dimenangkan oleh Perguruan Tinggi besar, maka gap antara Perguruan Tinggi besar dan gurem semakin melebar.(Ingat lagu dangdut Rhoma Irama : yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin).
Keempat. Kebijaksanaan hibah bersaing ini terkesan Dikti ingin mematikan Perguruan Tinggi Gurem perlahan-lahan. Padahal Dikti harus bertanggung jawab dalam ini, mengapa sebelumnya Dikti begitu gampangnya memberi izin pendirian Perguruan Tinggi baru dan atau menambah program studi baru pada Perguruan Tinggi, tanpa memperhatikan kelayakan keuangan jangka panjang Perguruan Tinggi baru tersebut. Selanjutnya begitu mudah pula membunuh Perguruan Tinggi Gurem. Penulis jadi ingat bait sebuah lirik lagu. “Kau yang mulai, kau pula yang mengakhiri.

Rekomendasi Penulis.
Pertama. Informasikan secara terbuka dan luas tentang adanya hibah bersaing , kalau perlu melalui TV dan media massa Nasional. Jika Perguruan Tinggi sudah tahu informasi umum tersebut, selanjutnya baru mengakses TOR via website Dikti.
Kedua. Hibah tidak perlu bersaing, tergantung ketulusan niat pemerintah (Dikti). Hibah berasal dari kata hib yang cinta kasih, kasih sayang. Jadi pengertian hibah yang sebenarnya adalah pemberian dengan kasih sayang. Biasanya yang namanya hibah tidak pernah punya motif profit. Penulis analogikan orang kaya yang ingin menghibahkan kekayaannya ke mesjid-mesjid/langgar-langgar kecil, si kaya tidak akan minta uang pancingan kepada pengurus mesjid/langgar tersebut.
Ketiga, Agar lebih mendekati keadilan ada dua opsi yang dapat diajukan : 1) Semua perguruan dibantu dengan dasar proporsi. Tolok ukur proporsinya adalah jumlah mahasiswa, semakin banyak jumlah mahasiswa Perguruan Tinggi tersebut, maka semakin besar hibah yang diperolehnya. 2) Berikan hibah kepada seluruh Perguruan Tinggi Gurem saja, karena untuk mengurangi gap dengan Perguruan Tinggi yang sudah besar. Kita perlu berpaling kepada prinsip “Egaliter” (sama rasa, sama rata), bukan prinsip kapitalis yang harus kita implementasikan. Mungkin juga Dikti sekarang sudah berorientasi materialis, karena dipengaruhi oleh tayangan-tayangan materialis di media elektronik, seperti Fear Factor ala Barat yang sekarang telah pula ditiru oleh orang Indonesia menjadi Fear Factor Indonesia yang ditayangkan di RCTI dan Global TV. Pertanda dunia materialis telah merasuk bangsa Indonesia . Sungguh paradok dengan sila kelima idiologi kita yaitu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

GAJEBOH

Sebagian masyarakat Jambi mungkin tidak tahu apa itu “Gajeboh”? Ia sejenis daging sapi. bukan daging as, bukan pula lemak semata. Jadi merupakan perpaduan antara daging dengan lemak. Biasanya jenis daging ini enak untuk digulai yang dikenal dengan gulai gajeboh yang sangat dikenal di kota Padang. Yang akan diuraikan berikut ini bukanlah gajeboh dalam arti yang sebenarnya tetapi merupakan singkatan yang populer dalam bahasa anak gaul. Gajeboh adalah kepanjangan Gak Jelas Boh. Kasus baru-baru ini menunjukkan indikasi yang tidak jelas. Ketika penggerebakan pertama di kamar Fachri Albar (Anak Achmad Albar) diumumkan bahwa telah ditemu heroin seberat 1,2 gram. Setelah Fachri Albar dilindungi body guard dan pengacara yang dibawa oleh Camelia Malik berubah informasi yang disampaikan bahwa heroin yang ditemukan sebenarnya 0,12 gram. Namun masyarakat tetap saja skeptis dengan pernyataan yang kedua yang membuat informasi yang kabur alias gak jelas boh.
Berikut ini akan penulis kemukakan beberapa fakta ketidak jelasan Daerah Jambi baik yang terjadi pada masa orde baru, maupun setelah reformasi. Ini dikemukakan agar dimasa yang akan datang masyarakat Jambi dapat lebih obyektif dalam membuat keputusan dan bersikap.
Pertama. Pada era Orde Baru, kita punya pejabat yang potensial. Ia pernah memimpin jabatan strategis di kota Jambi, ntah apa penyebabnya beliau minta pindah ke Sumatera Barat. Nasib baik beliau, akhirnya menjadi Gubernur Sumatera Barat. Beliau adalah Drs. H. Hasan Basri Durin. Ketika itu penulis telah menjadi dosen PNSD Kopertis Wilayah X Padang yang dipekerjakan di salah satu PTS di kota Jambi. Pada suatu moment di Kopertis ada yang berkomentar sekaligus cemeeh. Maklum salah satu sifat negative orang minang adalah ungkapan cemeeh. Ketika itu dikatakannya gak jelas itu Jambi, putera terbaik bisa pindah ke Sumatera Barat dan ternyata orang yang pindah dari Jambi itu berhasil pula membangun Sumatera Barat menjadi Industri Otak. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan dan Sumber Daya Manusianya jauh lebih maju Sumatera Barat dibandingkan Jambi. Kedua. Kita pernah pula pada masa orde baru punya putera terbaik di Pemda propinsi Jambi. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Biro sekaligus pengurus Perkemi Propinsi Jambi. Beliau minta pindah ke Sumatera Utara karena konflik dengan atasan di Jambi. Yang bersangkutan adalah Drs. Muchyan Tambuse. Nasib baik berpihak kepadanya, di Sumatera Utara, beliau mendapat jabatan strategis sebagai Sekwilda hingga sekarang. Apa artinya, tak mungkin ia dapat menduduki jabatan strategis tersebut kalau dia tidak punya reputasi besar, apalagi ia seorang pendatang baru di Sumatera Utara.
Ketiga. Propinsi Jambi sejak orde Baru hingga sekarang masih termasuk peringkat yang cukup disegani dalam ajang olahraga Nasional yaitu PON (Pekan Olahraga Nasional). Namun sangat disayangkan atlet-atletnya bukan hasil pembinaan Jambi dan bukan pula putera daerah Jambi. Kebanyakan mereka mewakili daerah Jambi, karena daerah Jambi membeli atlet yang sudah jadi dari daerah lain. Jadi pembinaan KONI Jambi perlu dipertanyakan?
Keempat. Pada awal reformasi banyak pejabat-pejabat yang merupakan anggota Kabinet Pemerintah Propinsi Jambi yang mengalami kenaikan pangkat secara instant agar memenuhi persyaratan sebagai anggota cabinet. Ketika itu dikenal dengan istilah kenaikan pangkat naga bonar. Akibatnya pembinaan karier pegawai jadi tidak jelas. Yang lebih fatal lagi banyak pegawai yang telah senior berdasarkan Daftar Urutan Kepangkatan (DUK) sebenarnya layak mengisi formasi jabatan tersebut menjadi frustasi dengan kenyataan ini.
Kelima. Terindikasi pada saat ini ada beberapa pejabat yang masih bertahan duduk di kabinet pemerintahan Jambi. Mereka adalah orang-orang yang seharusnya sudah pensiun PNS, tetapi diperpanjang masa jabatannya karena balas jasa ketika Pilkada.
Kelima, beberapa Perguruan Tinggi di Propinsi Jambi dipimpin oleh orang Politik yang kurang begitu concern terhadap persolan teaching, research dan service. Wajar saja kalau perguruan tinggi di Jambi tidak masuk 50 peringkat nasional, apalagi peringkat internasional.
Keenam, masyarakat yang tidak tergolong miskin mendapat fasililias Askeskin, sehingga ia dapat berobat gratis dus mengurangi jatah untuk orang yang seharusnya mendapatkan itu.
Ketujuh : Fakultas kedokteran Universitas Jambi dibawah binaan Unsri hanya diperbolehkan menerima 40 mahasiswa, dalam kenyataannya diterima 80 mahasiswa. Alasaan pak Rektor adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat Jambi.
Kedelapan : Semakin banyak sarjana yang dihasilkan daerah ini secara masal, terkesan kuliah seperti mengikuti penataran. Peserta penataran biasanya apabila selesai mengikuti penataran, maka seluruh peserta akan mendapat sertifikat. Demikian juga dengan kuliah. Sesuai dengan waktu yang ditetapkan, maka seluruh peserta serentak akan diwisuda dan mendapat ijazah.
Kesembilan : Sebagian orang Jambi kalau ditanya mau kemana, menjawab “ndaklah atau adolah”. Sikap yang non asertif dan terkesan tidak percaya diri dan tidak terbuka. Dus yang mendengar jadi tidak jelas maksudnya.
Kesepuluh : Belakangan ini di kota Jambi semakin marak bermunculan calon-calon walikota yang tidak jelas reputasinya.
Kesebelas : calon mahasiswa dapat diterima di Perguruan tinggi tanpa mengalami seleksi yang ketat, seharusnya mereka-mereka yang mempunyai kemampuan intelektual sajalah yang dapat kuliah. Nyatanya orang idiotpun dapat kuliah asal punya uang. Dus yang sangat mengherankan si idiotpun disertakan (terkatutkan) dalam acara wisuda menggunakan toga dan siap menerima ijazah. Semakin gak jelas boh.