Senin, 05 April 2010

BAYANG-BAYANG REPUTASI

Bayang-bayang nama besar selalu dimanfaatkan untuk mempromosikan atau mengorbitkan diri. Di bidang seni sebagai contoh Trio ”Dewi-Dewi” menjadi tenar dengan lagunya Dokter Cinta karena menampilkan bayang-bayang Ahmad Dani sebagai dedengkot band Dewa. Nashila Mirdad dan Nina Mirdad menjadi bintang terkenal dalam sinetron tak lepas dari nama besar Jamal Mirdad dan Lydia Kandow sebagai orang tuanya. Gading Marten jadi populer tidak lepas dari bayang-bayang kegantengan Roy Marten sebagai bintang film idola dimasa tahun 1970-1980-an. Ello anak Diana Nasution dan Minggus Tahitu juga populer tidak lepas dari bayang-bayang ibunya sebagai penyanyi pop dan bapaknya sebagai pencipta lagu. Tetapi ada juga aktor kawakan Rano Karno menjadi terkenal, memang karena talentanya sejak kecil telah menekuni film layar lebar ”Si Doel Anak Betawi”. Bahkan karena percaya dirinya ia melampaui prestasi orang tuanya (Soekarno M. Noor). Ia sekarang telah resmi menjadi wakil bupati di Kabupaten Tangerang. Demikian juga Fachri Ahmad (anak Ahmad Albar, tanpa embel-embel reputasi orang tuanya ia berhasil menjadi pemain sinetron kawakan yang diawali dengan Sinetron Malin Kundang. Jadi dalam dunia seni ada yang memboncengi nama besar orang lain/orang tua. Ada pula yang mencoba melepaskan diri dari bayang-bayang reputasi keberhasilan maestro.
Bidang Politik.
Belakangan ini kita diminta untuk mulai menyimak calon-calon walikota yang telah menampilkan jatidirinya baik melalui, poster-poster besar, spanduk-spanduk dan balaiho. Tinggal kejelian kita melihat dan mengevaluasi serta menganalisis. Yang jelas ada yang dengan percaya diri menampilkan reputasi dirinya dan ada juga yang kurang percaya diri, sehingga perlu dengan menampilkan bayang-bayang reputasi panutannya dimasa lampau. Hal ini sah-sah saja dalam mensosialisakan diri dalam masyarakat. Presiden RI ke V yaitu ibu Megawati Soekarnoputri menampilkan bayang-bayang foto orang tuanya (Ir. Soekarno sang proklamator) dan embel-embel Soekarnoputri pada last namenya ketika memperkenalkan dirinya sebagai calon presiden pada pemilu 1999. Siapa yang tak kenal dengan bung Karno, dunia internasional saja mengakui beliau sebagai A great national building. Kandidat-kandidat dari PKPB juga menampilkan figure Soeharto, yang dikenal dunia internasional sebagai ”Miracle Development”. Soetrisno Bachir menampilkan foto Amin Rais dibelakang fotonya dan bahkan Partai Amanah Nasional selalu menampilkan dua foto terakhir untuk memperkenalkan partainya. Kharisma tokoh-tokoh terdahulu menjadi promosi yang paling ampuh untuk memikat masyarakat. Bayangan keberhasilan tokoh-tokoh yang dianggap punya kharisma, populis dan idiologis memang mengena dihati masyarakat. Senada dengan pendapat Arifin Rahman dalam Sistem Politik Indonesia (2002) dikemukakan bahwa : tipe pemimpin yang kharismatis, populistis, idiologis akan menguntungkan bagi peningkatan kapabalitas simbolis yang berujung kepada reputasi yang diperoleh, dikagumi dan dipuja (ketika hidup dan saat memimpin) dan menjadi kenangan, mitos dan panutan ketika ia telah tiada (meninggal). Persoalannya sekarang dapatkah kandidat pemimpin yang memanfaatkan reputasi pemimpin sebelumnya melanjutkan reputasi yang bersangkutan atau malah dapat merusak citra yang telah susah-susah diraih pemimpin sebelumnya. Arifin Rahman lebih lanjut mengemukakan bahwa : menyatunya seseorang pemimpin dengan tipe ”panutan” dalam mitos rakyat akan menjadi kapabilitas yang benar-benar riil.
DILEMATIS.
Tokoh-tokoh yang menampilkan bayang-bayang reputasi keberhasilan figure panutan jika tidak bisa menyamai figure terdahulu dapat berpengaruh terhadap kredibilitas organisasi/partai secara menyeluruh. Penulis memprediksi dengan digantinya beberapa figure partai Islam dapat menyebabkan berkurangnya peminat partai tersebut, misalnya kalau dahulu dikenal partai dengan jargon buya dan kejujuran, sehingga memperoleh suara yang lumayan banyak pada pemilu 2004. Citra tersebut sekarang sudah mulai luntur, akibat tokoh pimpinannya diganti mengakibatkan muncul sekarang istilah buya menjadi buaya dan partai yang tidak lagi menjalankan amanah kejujuran.
Rekomendasi.
Pertama, kepada calon-calon Walikota dan Wakil Walikota yang kira-kira merasa tidak punya reputasi penulis menyarankan untuk mengundurkan diri, sehingga masyarakat tidak dibuat bingung dalam menentukan pilihan. Dengan demikian kota tidak dipenuhi dengan poster-poster, seperti kota graffity saja jadinya. Sebagai walikota dan wakil walikota bukanlah pekerjaan ringan untuk membuat kota Jambi ini sebagai barometer kemajuan dibandingkan kabupaten lainnya yang ada di propinsi Jambi. Jika kota tidak mengalami perubahan, maka kabupaten lain juga perkembangannya menjadi lambat, bahkan dapat saja tidak berubah sama sekali karena kehilangan barometer. Atau sebaliknya kemungkinan kabupaten lain akan lebih maju dibandingkan ibukota propinsi. Sesuatu yang naif bukan? Jangan seperti cerita dongeng Srigala yang sombong, ketika melihat kebelakang bayang-bayang dirinya, kelihatannya sama besar dengan harimau, sehingga ia berani melawan harimau. Akibatnya sudah dipastikan ia mati ketika bertarung melawan harimau.
Kedua. Jika anda hanya mengandalkan reputasi besar orang lain dan atau keluarga sementara anda sendiri tidak berubah, jangan harap anda akan menjadi besar dan mengharapkan perubahan dari masyarakat.
Ketiga, Silakan menggunakan nama besar figur terdahulu untuk mempromosikan diri dengan catatan tetap meneruskan visi dan misi figure terdahulu, serta menjaga citra diri jangan sampai mencemarkan nama baik figure terdahulu dan jika memungkinkan perbaiki kelemahan figure dahulu yang menjadi buah bibir. Penulis berkeyakinan kita kembali melahirkan figure-figure baru yang punya kharisma yang dapat saja melampaui reputasi figure lama. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar