Selasa, 13 April 2010

Membuka Kebuntuan KPUD-Bawaslu

Pemilukada Jambi 2010 sudah ditetapkan KPUD Propinsi Jambi pada tanggal 19 Juni 2010, namun penyelesaian persoalan Panwas Pilkada dengan Bawalsu masih belum dapat ditemukan cara terbaik. Jika persoalan Panwaslu ini berlarut-larut (dead lock), maka penyelenggaraan pemilukada pada tanggal 19 Juni nanti bisa saja ditunda. Jika KPUD memaksakan tetap saja melaksanakan Pemilukada dikhawatirkan akan muncul-muncul persoalan yang lebih kompleks lagi setelah penghitungan suara. Persoalan yang dimunculkan dapat saja berasal dari pihak yang tidak legowo dengan kekalahan, melakukan komplain dengan alasan pemilukada cacat hukum karena Panwaslu seharusnya sudah terbentuk satu bulan sebelum tahapan Pemilukada dimulai. Akibat tahapan Pemilu dilaksanakan sebelum adanya Panwaslu, maka tuduhan macam-macampun bermunculan. Ada yang mengatakan KPUD melanggar kode etik, karena telah berani melakukan tahapan Pemilukada tanpa Panwaslu. Protes lain setelah pemungutan suara dilakukan, pihak yang tidak menerima kekalahan tadi mengungkit kembali bahwa pemutakhiran data tanpa Panwas Pilkada.
Latar Belakang Pelanggaran Kode Etik.
Jika meninjau kembali kebelakang kenapa KPUD Jambi berani memulai tahapan Pemilukada ada beberapa sebab :
Pertama : Tidak tahan adanya tekanan dari elemen masyarakat (LSM dan salah satu tim sukses Cagub) melalui demonstrasi langsung ke KPUD. Demonstran menduga bahwa KPUD sengaja memperlambat Pemilukada supaya menguntungkan cagub yang lain. Padahal ketika itu KPUD provinsi belum memulai tahapan Pemilukada karena anggaran pemilu belum deal antara KPUD dengan pemerintahan daerah. Kedua : Adanya pandangan dari kalangan akademisi yang mengatakan bahwa jika tahapan Pemilukada tidak segera dimulai, maka ketika masa jabatan gubernur berakhir ternyata belum ada gubernur terpilih tentu akan terjadi kekosongan jabatan gubernur Jambi. Untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut akan ditunjuk pelaksana tugas (caretaker) oleh Menteri Dalam Negeri. Akibat adanya caretaker, maka pembangunan Jambi untuk sementara akan terjadi stagnan dengan alasan (1) caretaker tidak boleh mengambil kebijakan strategis melakukan penggantian kepala Dinas. Lebih lanjut dari itu dikhawatirkan pula adanya oknum Kepala Dinas akan memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan manipulasi/tindakan korupsi. (2) caretaker tidak boleh mengajukan RAPBD. Dampak larangan ini tentu akan merugikan masyarakat yang perlu segera diambil tindakan cepat dalam rangka akselerasi ataupun substitusi yang dapat dilakukan dalam mensejahterakan masyarakat.
Pada saat anggaran pilkada untuk putaran pertama telah ada kata sepakat antara KPUD dengan Pemda, maka KPUD Propinsi bertekad Pemilukada harus segera dilaksanakan (must go on) walaupun masih ada halangan bahwa Panwaslu yang diusulkan oleh KPUD belum ditetapkan oleh Banwaslu.
Bukan semata kesalahan KPUD.
Di negeri Indonesia ini, memang dikenal baru bagus ditataran peraturan (perundang-undangan), namun dalam implementasinya akan terjadi kesimpang-siuran. Analog dengan kasus Bawaslu. Bawaslu menurut mekanismenya menetapkan tiga orang Panwas Pilkada dari enam orang yang direkomendasikan oleh KPUD Propinsi Jambi. Namun nyatanya tidak ditetapkan, alih-alih Bawaslu secara berani melakukan penetapan kembali Panwas Pilpres sebagai Panwas Pemilukada. Ini jelas-jelas melanggar mekanisme. Bawaslu berkilah dan melakukan justifikasi dengan mengatakan bahwa (1) KPUD terlambat mengajukan rekomendasi nama-nama calon Panwas Pilkada disinyalir karena anggaran pemilukada belum cair, sehingga dengan tindakan tersebut paling tidak Bawaslui telah melakukan efisiensi. Dengan demikian kebuntuan dalam mengatasi biaya recruitmen Panwas Pilkada ditemukan solusinya. (2) Nama-nama yang direkomendasikan oleh KPUD tidak memenuhi persyaratan, terutama persyaratan surat keterangan general chek up (bukan sekedar surat keterangan kesehatan dari dokter Puskesmas). Sebagai informasi terakhir yang diperoleh bahwa KPUD seluruh Indonesia yang dianggap bermasalah sebanyak 46 Panwas Pilkada. Dengan rincian 18 Panwas Pilkada kabupaten/kota dapat melanjutkan tugas (include daerah Panwas Pilkada Jambi), 24 Panwas Pilkada ditinjau ulang, serta 4 Panwas pilkada dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh Bawsalu. Penolakan KPUD Propinsi Jambi terhadap penetapan Panwas Pilpres yang telah diteruskan menjadi Panwas Pilkada cukup beralasan : (1) Bawaslu melanggar mekanisme, (2) KPUD telah merekomendasi enam calon Panwaslu tingkat propinsi kepada Bawaslu. (3) Nama-nama Panwas Pilkada yang direkomendasi KPUD Jambi dianggap tidak memenuhi syarat general chek up. Padahal sebelumnya sudah ada Surat Edaran Bersama (SEB) bahwa surat keterangan general chek up dapat diganti dengan surat Keterangan Kesehatan dari dokter Puskesmas.
Membuka Kebuntuan.
Pertama. Bawaslu instruksikan kepada KPUD lakukan kembali rekrutmen dengan mengakomodir enam nama yang sudah direkomendasi dan tiga Panwas Pilpres (dengan catatan Panwas Pilpres mendaftar sebagai calon panwas pilkada). Dari sembilan calon tersebut, rekomendasi kembali enam nama ke Bawaslu untuk menetapkan tiga nama Panwas Pilkada Propinsi. Dengan demikiaan Bawaslu terhindar dari pelanggaran mekanisme.
Kedua. Jika keberatan calon Panwas mengurus general chek up karena persoalan biaya yang mahal, maka biaya general chek up tersebut untuk enam orang calon Panwas Pilkada yang telah direkomendasi plus tiga orang Panwas Pilpres yang mendaftar kembali sebagai calon Panwas Pilkada dibebankan kepada pemerintah daerah setempat. Dengan demikian ketentuan general chek up yang disyaratkan dapat dipenuhi.
Ketiga : Jika ada masyarakat komplain mengatakan pemilukada cacat hukum karena pemutakhiran data tanpa Panwas, maka dapat ditunjukkan pengalaman Pileg dan Pilpres di Indonesia sejak reformasi (1999) bahwa Panwas Pilkada terbentuk setelah pemutakhiran data, ada juga setelah pengumuman caleg, capres dan cagub walaupun dalam perundang-undangan dibunyikan bahwa setiap tahapan pemilukada harus diawasi Panwas. Oleh sebab itu dimasa yang akan datang supaya tidak terjadi kekisruhan yang berkepanjangan dalam pemilukada, diharapkan penyelenggara dan pemerintah benar-benar konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Semua pihak yang terlibat dalam pemilukada (include stakeholders) harus beritikad untuk melancarkan pemilukada demi menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar