Minggu, 11 April 2010

GAJEBOH

Sebagian masyarakat Jambi mungkin tidak tahu apa itu “Gajeboh”? Ia sejenis daging sapi. bukan daging as, bukan pula lemak semata. Jadi merupakan perpaduan antara daging dengan lemak. Biasanya jenis daging ini enak untuk digulai yang dikenal dengan gulai gajeboh yang sangat dikenal di kota Padang. Yang akan diuraikan berikut ini bukanlah gajeboh dalam arti yang sebenarnya tetapi merupakan singkatan yang populer dalam bahasa anak gaul. Gajeboh adalah kepanjangan Gak Jelas Boh. Kasus baru-baru ini menunjukkan indikasi yang tidak jelas. Ketika penggerebakan pertama di kamar Fachri Albar (Anak Achmad Albar) diumumkan bahwa telah ditemu heroin seberat 1,2 gram. Setelah Fachri Albar dilindungi body guard dan pengacara yang dibawa oleh Camelia Malik berubah informasi yang disampaikan bahwa heroin yang ditemukan sebenarnya 0,12 gram. Namun masyarakat tetap saja skeptis dengan pernyataan yang kedua yang membuat informasi yang kabur alias gak jelas boh.
Berikut ini akan penulis kemukakan beberapa fakta ketidak jelasan Daerah Jambi baik yang terjadi pada masa orde baru, maupun setelah reformasi. Ini dikemukakan agar dimasa yang akan datang masyarakat Jambi dapat lebih obyektif dalam membuat keputusan dan bersikap.
Pertama. Pada era Orde Baru, kita punya pejabat yang potensial. Ia pernah memimpin jabatan strategis di kota Jambi, ntah apa penyebabnya beliau minta pindah ke Sumatera Barat. Nasib baik beliau, akhirnya menjadi Gubernur Sumatera Barat. Beliau adalah Drs. H. Hasan Basri Durin. Ketika itu penulis telah menjadi dosen PNSD Kopertis Wilayah X Padang yang dipekerjakan di salah satu PTS di kota Jambi. Pada suatu moment di Kopertis ada yang berkomentar sekaligus cemeeh. Maklum salah satu sifat negative orang minang adalah ungkapan cemeeh. Ketika itu dikatakannya gak jelas itu Jambi, putera terbaik bisa pindah ke Sumatera Barat dan ternyata orang yang pindah dari Jambi itu berhasil pula membangun Sumatera Barat menjadi Industri Otak. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan dan Sumber Daya Manusianya jauh lebih maju Sumatera Barat dibandingkan Jambi. Kedua. Kita pernah pula pada masa orde baru punya putera terbaik di Pemda propinsi Jambi. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Biro sekaligus pengurus Perkemi Propinsi Jambi. Beliau minta pindah ke Sumatera Utara karena konflik dengan atasan di Jambi. Yang bersangkutan adalah Drs. Muchyan Tambuse. Nasib baik berpihak kepadanya, di Sumatera Utara, beliau mendapat jabatan strategis sebagai Sekwilda hingga sekarang. Apa artinya, tak mungkin ia dapat menduduki jabatan strategis tersebut kalau dia tidak punya reputasi besar, apalagi ia seorang pendatang baru di Sumatera Utara.
Ketiga. Propinsi Jambi sejak orde Baru hingga sekarang masih termasuk peringkat yang cukup disegani dalam ajang olahraga Nasional yaitu PON (Pekan Olahraga Nasional). Namun sangat disayangkan atlet-atletnya bukan hasil pembinaan Jambi dan bukan pula putera daerah Jambi. Kebanyakan mereka mewakili daerah Jambi, karena daerah Jambi membeli atlet yang sudah jadi dari daerah lain. Jadi pembinaan KONI Jambi perlu dipertanyakan?
Keempat. Pada awal reformasi banyak pejabat-pejabat yang merupakan anggota Kabinet Pemerintah Propinsi Jambi yang mengalami kenaikan pangkat secara instant agar memenuhi persyaratan sebagai anggota cabinet. Ketika itu dikenal dengan istilah kenaikan pangkat naga bonar. Akibatnya pembinaan karier pegawai jadi tidak jelas. Yang lebih fatal lagi banyak pegawai yang telah senior berdasarkan Daftar Urutan Kepangkatan (DUK) sebenarnya layak mengisi formasi jabatan tersebut menjadi frustasi dengan kenyataan ini.
Kelima. Terindikasi pada saat ini ada beberapa pejabat yang masih bertahan duduk di kabinet pemerintahan Jambi. Mereka adalah orang-orang yang seharusnya sudah pensiun PNS, tetapi diperpanjang masa jabatannya karena balas jasa ketika Pilkada.
Kelima, beberapa Perguruan Tinggi di Propinsi Jambi dipimpin oleh orang Politik yang kurang begitu concern terhadap persolan teaching, research dan service. Wajar saja kalau perguruan tinggi di Jambi tidak masuk 50 peringkat nasional, apalagi peringkat internasional.
Keenam, masyarakat yang tidak tergolong miskin mendapat fasililias Askeskin, sehingga ia dapat berobat gratis dus mengurangi jatah untuk orang yang seharusnya mendapatkan itu.
Ketujuh : Fakultas kedokteran Universitas Jambi dibawah binaan Unsri hanya diperbolehkan menerima 40 mahasiswa, dalam kenyataannya diterima 80 mahasiswa. Alasaan pak Rektor adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat Jambi.
Kedelapan : Semakin banyak sarjana yang dihasilkan daerah ini secara masal, terkesan kuliah seperti mengikuti penataran. Peserta penataran biasanya apabila selesai mengikuti penataran, maka seluruh peserta akan mendapat sertifikat. Demikian juga dengan kuliah. Sesuai dengan waktu yang ditetapkan, maka seluruh peserta serentak akan diwisuda dan mendapat ijazah.
Kesembilan : Sebagian orang Jambi kalau ditanya mau kemana, menjawab “ndaklah atau adolah”. Sikap yang non asertif dan terkesan tidak percaya diri dan tidak terbuka. Dus yang mendengar jadi tidak jelas maksudnya.
Kesepuluh : Belakangan ini di kota Jambi semakin marak bermunculan calon-calon walikota yang tidak jelas reputasinya.
Kesebelas : calon mahasiswa dapat diterima di Perguruan tinggi tanpa mengalami seleksi yang ketat, seharusnya mereka-mereka yang mempunyai kemampuan intelektual sajalah yang dapat kuliah. Nyatanya orang idiotpun dapat kuliah asal punya uang. Dus yang sangat mengherankan si idiotpun disertakan (terkatutkan) dalam acara wisuda menggunakan toga dan siap menerima ijazah. Semakin gak jelas boh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar