Dunia pendidikan di Indonesia khususnya Departemen Pendidikan Nasional menyediakan dana bantuan yang diperuntukkan bagi Perguruan Tinggi dengan nama program “hibah bersaing”. Program bantuan ini bertujuan uintuk membantu Perguruan Tinggi berkreasi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Bagi Perguruan yang lolos seleksi proposal dan berani menyediakan dana pancingan 200 juta maka akan diberi dana bantuan yang jumlahnya sangat menggiurkan yaitu dua milyar rupiah. Perguruan Tinggi yang bernasib baik seperti mendapatkan durian runtuh adanya. Hibah tersebut diperebutkan oleh seluruh Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta yang notabene hampir berjumlah 2000 (dua ribu) Perguruan Tinggi ada di Indonesia.
Prosedur Mendapatkannnya.
Perguruan Tinggi tidak secara otomatis mendapatkan hibah bersaing tersebut, tetapi melalui persaingan yang sangat ketat. Dimulai dengan pengajuan proposal yang harus memenuhi persyaratan/standar yang ditetapkan (sampul, bentuk huruf, jenis kertas, cara pembuatan table, ukuran kertas, mencantumkan nomor website, dan sebagainya). Pokoknya harus memenuhi Term Of Reference (TOR) yang telah dibuat Dikti (Dirjen Pendidikan Tinggi). Untuk mendapatkan TOR perlu mengakses internet via website Dikti. Jika proposal yang dibuat Perguruan Tinggi sudah dapat memenuhi kriteria TOR silakan untuk mengajukan ke Dikti. Jika belum memenuhi standar sebaiknya jangan mengirimkan, karena buang-buang energi saja. Jika standar sudah dipenuhi kemudian dikirim. Pengiriman sebaiknya diantar langsung, supaya dapat bukti bahwa Perguruan Tinggi bersangkutan ikut kompetisi hibah bersaing. Dan harus pula diperhatikan waktu pengiriman proposal tidak boleh melewati batas waktu yang telah ditetapkan. Selanjutnya menunggu pengumuman dari Dikti untuk mengetahui Perguruan Tinggi mana saja yang boleh mengikuti prosedur selanjutnya. Perguruan yang diumumkan akan mendapatkan undangan khusus dari Dikti dalam rangka perbaikan proposal. Jika revisi proposal telah memenuhi persyaratan akan diumumkan untuk kedua kalinya Perguruan Tinggi mana saja yang tidak tereliminasi. Jika Perguruan tersebut
--------------------------
Penulis adalah Dosen PNSD Kopertis Wilayah X, alumni Strata satu Fisipol UNS Surakarta dan S2 Universitas Andalas Padang.
bernasib baik tidak tereliminasi, maka tinggal selangkah lagi ia mendapatkan kucuran dana 2 milyar rupiah. Tapi nanti dulu apakah Perguruan Tinggi tersebut punya dana 200 juta rupiah yang wajib ditinggalkan di Dikti sebagai dana pancingan? Belum lagi bayar uang lobi bagi pihak-pihak yang terkait. Bayangkan begitu ketatnya birokrasi yang dibangun Dikti. Perlu kegigihan untuk meraihnya.
Sisi Negatif Hibah Bersaing.
Dari persyaratan diatas, penulis melihat beberapa sisi negative program hibah bersaing ini.
Pertama. Informasi tidak langsung dikirim ke Perguruan Tinggi, terkesan Dikti tidak mau direpotkan untuk mengoreksi 2000 proposal (jika semua Perguruan Tinggi mengirimkannya). Oleh karena itulah Dikti menginformasikan via internet. Bagi Perguruan Tinggi yang malas/jarang membuka website Dikti, maka secara otomatis ia tidak tahu ada informasi hibah bersaing tersebut. Memang mahal harga suatu informasi.
Kedua. Perguruan Tinggi besar lebih berpeluang mendapatkan dana hibah bersaing. Bagaimana tidak dana 200 juta yang harus ditinggalkan untuk dana pancingan tidak berat dirasakan ketimbang Perguruan Tingi kecil (Perguruan Tinggi Gurem). Bagi Perguruan Tinggi yang hanya mempunyai mahasiswa lebih kecil dari seratus, prasyarat harus meninggalkan dana 200 juta rupiah adalah sesuatu yang muskil dapat disediakan, untuk memenuhi pengeluaran rutin/bulan saja mereka sudah sulit.
Ketiga. Akibat hibah bersaing dimenangkan oleh Perguruan Tinggi besar, maka gap antara Perguruan Tinggi besar dan gurem semakin melebar.(Ingat lagu dangdut Rhoma Irama : yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin).
Keempat. Kebijaksanaan hibah bersaing ini terkesan Dikti ingin mematikan Perguruan Tinggi Gurem perlahan-lahan. Padahal Dikti harus bertanggung jawab dalam ini, mengapa sebelumnya Dikti begitu gampangnya memberi izin pendirian Perguruan Tinggi baru dan atau menambah program studi baru pada Perguruan Tinggi, tanpa memperhatikan kelayakan keuangan jangka panjang Perguruan Tinggi baru tersebut. Selanjutnya begitu mudah pula membunuh Perguruan Tinggi Gurem. Penulis jadi ingat bait sebuah lirik lagu. “Kau yang mulai, kau pula yang mengakhiri.
Rekomendasi Penulis.
Pertama. Informasikan secara terbuka dan luas tentang adanya hibah bersaing , kalau perlu melalui TV dan media massa Nasional. Jika Perguruan Tinggi sudah tahu informasi umum tersebut, selanjutnya baru mengakses TOR via website Dikti.
Kedua. Hibah tidak perlu bersaing, tergantung ketulusan niat pemerintah (Dikti). Hibah berasal dari kata hib yang cinta kasih, kasih sayang. Jadi pengertian hibah yang sebenarnya adalah pemberian dengan kasih sayang. Biasanya yang namanya hibah tidak pernah punya motif profit. Penulis analogikan orang kaya yang ingin menghibahkan kekayaannya ke mesjid-mesjid/langgar-langgar kecil, si kaya tidak akan minta uang pancingan kepada pengurus mesjid/langgar tersebut.
Ketiga, Agar lebih mendekati keadilan ada dua opsi yang dapat diajukan : 1) Semua perguruan dibantu dengan dasar proporsi. Tolok ukur proporsinya adalah jumlah mahasiswa, semakin banyak jumlah mahasiswa Perguruan Tinggi tersebut, maka semakin besar hibah yang diperolehnya. 2) Berikan hibah kepada seluruh Perguruan Tinggi Gurem saja, karena untuk mengurangi gap dengan Perguruan Tinggi yang sudah besar. Kita perlu berpaling kepada prinsip “Egaliter” (sama rasa, sama rata), bukan prinsip kapitalis yang harus kita implementasikan. Mungkin juga Dikti sekarang sudah berorientasi materialis, karena dipengaruhi oleh tayangan-tayangan materialis di media elektronik, seperti Fear Factor ala Barat yang sekarang telah pula ditiru oleh orang Indonesia menjadi Fear Factor Indonesia yang ditayangkan di RCTI dan Global TV. Pertanda dunia materialis telah merasuk bangsa Indonesia . Sungguh paradok dengan sila kelima idiologi kita yaitu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Minggu, 11 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar