Selasa, 13 April 2010

PEKERJAAN DAN PERILAKU HINA

Sebenarnya dari sudut pandangan agama tidak ada pekerjaan hina, apapun yang dilakukan manusia tidak bertentangan dengan ajaranNya, maka dianggap merupakan pengejawantahan ikhtiar untuk mempertahankan dan atau memperoleh kehidupan yang layak. Namun ada dikhotomi yaitu perilaku hina dan tidak hina. Memang idealnya setiap profesi harus mempunyai keahlian/skill dalam memperoleh nafkah hidup. Agar ia berhasil dalam memperoleh nafkah dan tidak terjebak hingga kesandung dalam perilaku hina. Gunakan agama sebagai pengontrol, apakah keahlian itu dibolehkan atau tidak dibolehkan. Misalnya tukang sulap/hipnotis yang menggunakan keahliannya untuk kejahatan dengan mempengaruhi perilaku seseorang agar menurut saja apa yang diingini ahli hipnotis. Hebatnya modus hipnotis tidak mesti ketemu langsung, melalui kontak suara saja via ponsel atau telepon orang dapat terhipnotis. Fenomena ini banyak terjadi sekarang, sehingga masyarakat jadi resah karena tertipu. Lapor polisi kadang penyelesaiannya tidak tuntas, apalagi jika si pelaku berada di luar daerah si korban. Polisi untuk melacak sejauh itu juga perlu biaya katanya. Media televisi harus bertanggung jawab akan maraknya kejadian ini karena menayangkan acara semacam sulap Dedy Corbuzer atau hipnotis ala Romy Rafael atau mencari pesulap berbakat pada acara “the master”. Akibat acara ini banyak yang belajar ilmu hipnotis untuk dimanfaatkan dalam tindakan kejahatan. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku hipnotis untuk menipu tersebut dapat dikatagorikan pekerjaan yang tampilannya tidak hina tetapi berprilaku hina, sama sebenarnya dengan perilaku oknum anggota Dewan yang menerima suap dari pihak yang berkepentingan.
Pekerjaan Hina
Orang awam hanya menganggap pelacur, germo, gigolo adalah pekerjaan hina. Namun di negara jiran Malaysia menganggap (tukang parkir, poiter pengemis, tukang ngamen, calo, penimbun jalan berlobang yang tidak legal, peminta uang untuk pembangunan mesjid di jalan-jalan dengan menggunakan jaring penangkap ikan, penjaga kotak uang di dekat wc, tukang angkut sampah. Bahkan yang lebih ekstrim lagi adalah penjaga pintu masuk yang mengawasi penumpang apakah memiliki karcis bus, peron kereta api saja dianggap pekerjaan hina. Pekerjaan terakhir ini sekarang diganti dengan mesin. Beberapa pekerjaan yang diganti dengan mesin/mekanis dapat ditunjukkan sebagai berikut : (1) Penumpang membeli karcis melalui mesin, masukkan uang ke dalam mesin karcis keluar melalui mesin. Kemudian ketika mau masuk ruang tunggu keberangkatan kita masukkan peron/karcis kedalam mesin di depan pintu masuk, kalau pintu membuka berarti karcis kita legal. Selanjut kita menunggu kedatangan kereta api dan atau bis. Setelah kereta api/bis giliran yang akan berangkat datang, penumpang naik secara tertib. Di dalam kereta api/bis tidak ada lagi pemerikasaan peron dan atau karcis. Bandingkan di Indonesia, setiap enam jam sekali petugas peron datang dengan membawa alat seperti tang memberi tanda bahwa peron kita sudah diperiksa dan masih berlaku untuk perjalanan seterusnya. Kadang terasa menyebalkan ketika kita sedang tertidurpun dibangunkan petugas bahwa ada pemeriksaan peron. Jika anda naik kereta api/trem di Malaysia hal seperti itu tidak akan pernah anda temukan. (2) Poiter (tukang angkut barang). Jika anda sampai di pelataran airport di Indonesia, maka anda akan disusul oleh tukang angkut barang, untuk menawarkan jasanya. Pemandangan ini tidak akan anda temukan di Malaysia, karena sudah disediakan alat pengangkut barang yang bisa kita dorong sendiri.. (3) Tidak menemukan Polantas di setiap persimpangan. Jika di Indonesia, khususnya Jambi, setiap simpang empat masih dijaga oleh Polantas, sehingga terkesan duplikasi, sudah ada pengaturan melalui lampu lalu lintas, kog masih ada pengaturan secara manual. Polantas di Malaysia baru bertindak jika berdasarkan pengamatan melalui monitor ditemukan ada pengemudi (driver) yang melakukan pelanggaran. Kurang lebih seperti praktek di jalan-jalan Tol di Jakarta. (4) Tukang angkut sampah diganti dengan mobil pengangkut sampah yang dapat berfungsi memindahkan sampah secara mekanis dari tempat sampah ke dalam mobil pengangkut sampah. Jadi tidak perlu manusia digunakan untuk memindahkan sampah yang resiko kena kuman penyakit yang begitu besar dihadapi oleh pemindah sampah secara manual dan terkesan pekerjaan ini kurang manusiawi.
Perilaku Hina
Jika diatas sudah dikemukakan bentuk-bentuk pekerjaan hina, namun ada yang lebih hina kelihatan pekerjaannya terhormat tetapi perilakunya tidak terpuji sama sekali. Secara ekstrim kita mengatakan perilaku ini sebenarnya lebih hina dari pekerjaan terhina. (1). Perilaku anggota dewan yang menerima uang suap dari pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Disinyalir banyaknya karet-karet kondom-kondom yang ditemukan di gedung DPR pusat adalah ulah oknum anggota DPR pusat yang tidak pulang ke rumah karena habis rapat hingga malam hari. (3) Dosen-dosen pelacur yang jual nilai dengan mahasiswa dan menggarap skripsi, thesis hingga disertasi, (4)Oknum pejabat yang menjadi pengemis minta dibelikan tiket pesawat atau meminta sesuatu kepada pihak-pihak yang berkepentingan., (5) Pengacara yang maju tak gentar membela yang bayar (6)Dokter-dokter yang memasang tarif secara komersial kepada pasien-pasien yang berobat. (7).Oknum Polisi yang meminta biaya kepada pihak pelapor penipuan, kecurian, penodongan dan tindak kriminalitas lainnya. (8) Oknum santri yang menikah dengan anak dibawah umur. (9) Orang tua yang diduga mengeksploitir keahlian anak dibawah umur untuk memperoleh keuntungan yang besar. (10). Oknum-oknum petugas yang tega menyunat uang BLT dan jatah beras Raskin, (11) Caleg beli suara rakyat agar terpilih sebagai anggota legislatif, (12) Oknum pembina mahasiswa yang menyunat uang bea siswa mahasiswa, dan lain-lain.
Ciptakan Pekerjaan dan Perilaku Bermartabat.
Untuk menciptakan pekerjaan yang bermartabat, maka pemerintah dan pemilik modal perlu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih layak dan mengganti bentuk pekerjaan yang terkesan hina dengan mesin dan alat mekanis. Buukankan dalam dalam salah satu pasal UUD 1945 dikatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pekerjaan yang layak. (2) Sedangkan untuk menciptakan perilaku yang bermartabat dalam bekerja harus diingat lagi bahwa : (a) Profesi pekerjaan luhur dilakukan untuk mengabdi kepada sesama manusia, jadi kurangi sifat komersial dan pamrih secara berlebihan. Belajarlah ikhlas dalam bekerja. Bukankah dalam melakukan pelayanan telah mendapat imbalan secara proporsional yang sesuai standar kemampuan masyarakat?. Jika belum ada standar maka buat standar tersebut, sehingga kita semua dalam menerima imbalan dapat lebih nyaman dan lebih bermartabat. (b) Pelaku tindak kejahatan harus diberi pembelajaran yang setimpal sesuai sanksi yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan, tanpa ada diskriminasi. (c) Itikad kuat dari pihak keamanan untuk mengurangi kejahatan dan memberantas kejahatan (d) Kembangkan budaya malu (ashame calture) dengan berkomitmen tidak akan menerima dan atau atau mengambil yang bukan hak atau imbalan kita. Dengan demikian semua profesi yang dilakukan akan lebih bermartabat. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar